Pencegahan HIV/AIDS Bisa Libatkan Pemerintah Desa
Selasa, 31 Oktober 2017 6:34 WIB
Kabid Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Hikari Widodo memberikan penjelasan tentang strategi pencegahan penularan TB-HIV dengan didampingi Ketua Komisi D DPRD Kudus Setia Budi Wibowo pada acara penyusunan Road Map Daerah Pe
Kudus, ANTARA JATENG - Ketua Komisi D DPRD Kudus, Jawa Tengah, Setia Budi Wibowo mengatakan gerakan pencegahan penyakit HIV/AIDS dan Tuberkulosis (TB) bisa melibatkan pemerintah desa, agar jumlah kasus kedua penyakit tersebut bisa ditekan.
"Agar pemerintah desa bisa terlibat secara total, dibutuhkan payung hukum agar mereka juga tergerak untuk turut serta melakukan gerakan pencegahan," ucapnya ketika menjadi pembicara pada acara penyusunan Road Map Daerah Penanggulangan TB HIV di Hotel @Hom yang diselenggarakan oleh Community TB-HIV Care Aisyiyah Kudus, Senin.
Untuk itu, dia mendorong, Pemkab Kudus segera mengambil langkah-langkah antisipatif dengan secepatnya menyusun perda tentang TB-HIV, agar gerakan pencegahan bisa masif di berbagai kalangan.
Apalagi, lanjut Setia Budi Wibowo yang merupakan politisi dari PKS, kolaborasi penanggulangan TB-HIV merupakan kebijakan nasional dan kolaborasi program penanggulangan penyakit menular tersebut.
Pemerintah sendiri, kata dia, memiliki target kedua penyakit menular tersebut pada tahun 2030 harus zero kasus melalui program pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Pemerintah desa, kata dia, nantinya juga perlu didorong untuk turut menganggarkan langkah-langkah pencegahan dini terhadap penyebaran penyakit TB-HIV.
Terlebih lagi, lanjut dia, kedua penyakit menular tersebut sesuai Undang-Undang tentang Kesehatan dan Permenkes nomor 43/2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan memberikan tambahan kewenangan terhadap pemerintah daerah.
"Jika tidak segera ditindaklanjuti dengan langkah-langkah antisipatif agar tidak muncul kasus, pemda nantinya juga akan terbebani dengan anggaran," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, biaya obat terapi untuk penderita penyakit menular tersebut per bulannya berkisar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per orang.
Kabid Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Hikari Widodo yang juga menjadi pembicara menambahkan, bahwa untuk mencegah penyebaran kedua penyakit menular tersebut, strateginya harus ditemukan kasus lebih banyak dan menemukan orang yang terserang kedua penyakit tersebut lebih dini untuk memutus penularan dan mengurangi angka kematian.
"Pengobatan semua kasus juga harus dilakukan secara efektif untuk mengurangi angka kematian, kesakitan dan kekebalan obat," ujarnya.
Dalam rangka melakukan pencegahan penularan, kata dia, perlu dukungan anggaran dan sosial yang cukup kepada masyarakat terdampak agar mendapat akses yang layak terhadap layanan kesehatan, serta didukung keberhasilan diagnosis dan pengobatan serta stabilitas ekonomi.
Upaya lainnya, yakni dengan membangun lingkungan yang kondusif yang memungkinkan menuju Kudus bebas TB maupun HIV/AIDS.
"Setiap ada temuan kasus, juga perlu dilaporkan," ujarnya.
Ia mendorong, dilakukannya skrining tuberkulosis pada kelompok-kelompok rentan TB maupun HIV/AIDS serta perluasan dukungan pelayanan dengan memobilisasi sumber-sumber pendanaan swasta dan masyarakat.
Terkait dengan penyakit HIV/AIDS, kata dia, perlu dilakukan pelatihan terhadap petugas Puskesmas yang belum bisa melakukan aplikasi laporan Sistim Informasi HIV- AIDS (Siha), mengingat masih ada Puskesmas yang belum memasukkan pemeriksaan terhadap penderita HIV pada aplikasi laporan Siha.
Kendala lainnya, kata dia, di Puskesmas juga belum tersedia tenaga analis, sehingga tidak bisa melakukan pemeriksaan sendiri, sedangkan reagen masih tergantung pemerintah provinsi.
"Agar pemerintah desa bisa terlibat secara total, dibutuhkan payung hukum agar mereka juga tergerak untuk turut serta melakukan gerakan pencegahan," ucapnya ketika menjadi pembicara pada acara penyusunan Road Map Daerah Penanggulangan TB HIV di Hotel @Hom yang diselenggarakan oleh Community TB-HIV Care Aisyiyah Kudus, Senin.
Untuk itu, dia mendorong, Pemkab Kudus segera mengambil langkah-langkah antisipatif dengan secepatnya menyusun perda tentang TB-HIV, agar gerakan pencegahan bisa masif di berbagai kalangan.
Apalagi, lanjut Setia Budi Wibowo yang merupakan politisi dari PKS, kolaborasi penanggulangan TB-HIV merupakan kebijakan nasional dan kolaborasi program penanggulangan penyakit menular tersebut.
Pemerintah sendiri, kata dia, memiliki target kedua penyakit menular tersebut pada tahun 2030 harus zero kasus melalui program pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Pemerintah desa, kata dia, nantinya juga perlu didorong untuk turut menganggarkan langkah-langkah pencegahan dini terhadap penyebaran penyakit TB-HIV.
Terlebih lagi, lanjut dia, kedua penyakit menular tersebut sesuai Undang-Undang tentang Kesehatan dan Permenkes nomor 43/2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan memberikan tambahan kewenangan terhadap pemerintah daerah.
"Jika tidak segera ditindaklanjuti dengan langkah-langkah antisipatif agar tidak muncul kasus, pemda nantinya juga akan terbebani dengan anggaran," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, biaya obat terapi untuk penderita penyakit menular tersebut per bulannya berkisar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per orang.
Kabid Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Hikari Widodo yang juga menjadi pembicara menambahkan, bahwa untuk mencegah penyebaran kedua penyakit menular tersebut, strateginya harus ditemukan kasus lebih banyak dan menemukan orang yang terserang kedua penyakit tersebut lebih dini untuk memutus penularan dan mengurangi angka kematian.
"Pengobatan semua kasus juga harus dilakukan secara efektif untuk mengurangi angka kematian, kesakitan dan kekebalan obat," ujarnya.
Dalam rangka melakukan pencegahan penularan, kata dia, perlu dukungan anggaran dan sosial yang cukup kepada masyarakat terdampak agar mendapat akses yang layak terhadap layanan kesehatan, serta didukung keberhasilan diagnosis dan pengobatan serta stabilitas ekonomi.
Upaya lainnya, yakni dengan membangun lingkungan yang kondusif yang memungkinkan menuju Kudus bebas TB maupun HIV/AIDS.
"Setiap ada temuan kasus, juga perlu dilaporkan," ujarnya.
Ia mendorong, dilakukannya skrining tuberkulosis pada kelompok-kelompok rentan TB maupun HIV/AIDS serta perluasan dukungan pelayanan dengan memobilisasi sumber-sumber pendanaan swasta dan masyarakat.
Terkait dengan penyakit HIV/AIDS, kata dia, perlu dilakukan pelatihan terhadap petugas Puskesmas yang belum bisa melakukan aplikasi laporan Sistim Informasi HIV- AIDS (Siha), mengingat masih ada Puskesmas yang belum memasukkan pemeriksaan terhadap penderita HIV pada aplikasi laporan Siha.
Kendala lainnya, kata dia, di Puskesmas juga belum tersedia tenaga analis, sehingga tidak bisa melakukan pemeriksaan sendiri, sedangkan reagen masih tergantung pemerintah provinsi.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kasus COVID-19 ditemukan di Batang, pemkab imbau warga terapkan protokol kesehatan
24 December 2023 14:44 WIB