Kendal, ANTARA JATENG - Kehadiran industri pengolahan tembakau di Kendal, Jawa Tengah, mampu mengurangi minat para perempuan di daerah itu untuk bekerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja wanita (TKW).

"Saya dulu sempat jadi TKW di Malaysia mulai 2003-2005. Ketika pulang ke Kendal, ada pabrik rokok baru buka. Saya mendaftar dan diterima," kata Nur Yanti (34), pekerja PT Sari Tembakau Harum, di Kendal, Kamis.

Pabrik rokok PT Sari Tembakau Harum yang berlokasi di Cepiring, Kendal, itu, merupakan salah satu dari 38 mitra produksi sigaret (MPS) produsen rokok PT HM Sampoerna, Tbk yang tersebar di berbagai wilayah.

Warga Jambearum, Kendal, itu mengaku sudah bekerja di pabrik itu sejak pertama kali dibuka pada 2006 yang membuatnya tidak lagi berminat bekerja di luar negeri, apalagi gaji yang didapatkannya sesuai upah minimum kabupaten (UMK).

Meski hanya sebagai buruh pelinting rokok, anak kedua dari tujuh bersaudara itu mampu menghidupi keluarganya, sebagaimana buruh-buruh pelinting rokok lainnya yang mayoritas perempuan di pabrik tersebut.

"Kadang saya sedih kalau lihat iklan rokok ada tulisan `Merokok Membunuhmu`. Justru, rokok menghidupi kami para perempuan di sini. Kalau tidak bekerja di sini, `masa` saya harus ke luar negeri lagi?" ujarnya.

Kustianah (35), buruh pelinting rokok di pabrik yang sama juga mengaku sempat menjadi TKW selama dua tahun dan meninggalkan anaknya yang ketika itu masih berusia tujuh bulan demi bisa menambah pundi rupiah.

"Begitu selesai kontrak, saya pulang kampung, daftar sini. Alhamdulillah diterima. Saya tidak perlu ke luar negeri lagi. Sudah bisa bantu suami (tambah penghasilan)," kata ibu dua anak itu.

Dari hasil bekerja di pabrik rokok itu, warga Tambakrejo, Kendal, itu, sudah mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya, termasuk membangun rumah, membeli sepeda motor meski masih nyicil (kredit).

Demikian pula yang diungkapkan Jumrotun (31), warga Jenarsari, Kendal, yang bekerja di PT Sari Tembakau Harum sejak pertama kali beroperasi sebagai buruh pelinting rokok dan kini sudah naik jabatan menjadi mandor.

"Saya bersama teman-teman berharap pabrik ini bisa terus beroperasi. Terus terang, kami sempat khawatir kalau cukai rokok terus dinaikkan. Imbasnya kan ke pabrik rokok, terus ke pekerja," kata ibu satu anak itu.

Ketika pertama kali bekerja, diakuinya banyak pekerjanya, tetapi seiring waktu terus berkurang karena memang produksinya menurun dengan berbagai kebijakan dari pemerintah, termasuk soal cukai.

Sementara itu, Direktur Utama PT Sari Tembakau Harum, Warih Sugriyanto, mengatakan kawasan tersebut sebelum dibangun pabrik adalah lahan tandus, tetapi kini sudah berkembang baik, seperti munculnya banyak perumahan.

Bahkan, kata dia, saking sepinya kawasan itu dulu juga dikenal rawan aksi pembegalan, namun kawasan tersebut sekarang sudah sedemikian ramai, apalagi diikuti dengan munculnya pusat-pusat perbelanjaan.

"Ya, harapan kami kenaikan cukai rokok bisa seimbang. Jangan terlalu tinggi. Supaya petani bisa terus menanam tembakau. Kalau pabrik terus ditekan dan tidak bisa membeli tembakau petani bagaimana?" katanya.