Semarang (Antaranews Jateng) - Pakar komunikasi Gunawan Witjaksana memandang perlu merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mencantumkan nama dan foto tokoh dalam bahan kampanye agar tidak menimbulkan kecurigaan antarpeserta pemilihan umum dengan menganggap KPU tidak netral.

"Bila KPU tidak merevisi PKPU Nomor 4 Tahun 2017, khususnya terkait dengan larangan itu, ada anggapan penyelenggara pemilu ini menguntungkan partai politik (parpol) yang memang tidak memiliki figur populer," kata Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si di Semarang, Selasa.

Gunawan yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang mengatakan bahwa ada parpol peserta pemilu yang senang atau sebaliknya terhadap larangan kampanye memakai gambar Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, larangan tersebut diatur di dalam Pasal 24 Ayat (3) dan Pasal 29 Ayat (3).

Aturan main itu intinya desain dan materi bahan kampanye serta alat peraga kampanye yang difasilitasi oleh KPU provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP kabupaten/kota atau yang dicetak oleh pasangan calon dilarang mencantumkan foto atau nama Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dan/atau pihak lain yang tidak menjadi pengurus partai politik.

Amerika Serikat, misalnya, figur-figur populer, salah satunya Kennedy, sering juga digunakan. Hal tersebut, menurut Gunawan, merupakan upaya yang sah dan ilmiah selama di balik penonjolan figur tersebut tidak diikuti oleh pesan-pesan yang menyesatkan dan membuat pemilih tidak makin cerdas.

"Pemanfaatan figur populer itu sebenarnya juga sejalan dengan pesan persuasif yang digunakan dalam kampanye dengan memanfaatkan kecenderungan dasar yang secara psikologis dimiliki oleh manusia, yaitu kecenderungan meniru," katanya.

Bila dikaitkan dengan faktor sugesti yang juga berperan dalam proses persuasi, lanjut Gunawan, bagi kalangan tertentu, figur populer itu dipandang akan mampu menyugesti para calon pemilih sehingga akhirnya mereka mengambil keputusan untuk memilih.

Ia lantas menyarankan agar KPU sebaiknya mencari informasi pada kalangan yang cukup kompeten terkait dengan kampanye sebelum membuat PKPU.