
Akademisi desak dominus litis jadi bagian RUU KUHAP

Semarang (ANTARA) - Akademisi mendesak revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) harus selaras, terutama mengenai dominus litis sebagai bentuk supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum.
Pada seminar nasional bertajuk "Kebaruan KUHP Nasional dan Urgensi Pembaharuan KUHAP: Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan" yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jumat, berbagai aspek pembaruan sistem peradilan menjadi sorotan, salah satunya peran dominus litis dalam KUHAP baru.
Pengajar Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Dr. Febby Mutiara Nelson menjelaskan bahwa Pasal 132 KUHP 1/2023 memperlihatkan pergeseran paradigma dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Penuntutan tidak lagi hanya dimulai setelah penyidikan selesai, tetapi mencakup seluruh proses sejak tahap penyidikan.
"KUHAP harus mengalami revisi agar selaras dengan pendekatan KUHP Nasional, terutama dalam hal supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum. Penguatan hubungan ini akan mencegah kesalahan prosedural, meningkatkan akuntabilitas, serta memastikan bahwa setiap perkara yang diajukan ke pengadilan memenuhi standar hukum yang jelas," katanya.
Selain itu, ia menekankan KUHAP juga perlu mengintegrasikan mekanisme penghentian penyidikan dan penuntutan dalam satu sistem yang lebih terpadu.
"Dengan sistem yang lebih sinkron, proses peradilan diharapkan lebih efisien dan transparan, serta menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat merugikan para pihak," katanya.
Dominus litis, yang menempatkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai pemegang kendali perkara pidana menjadi elemen penting dalam menjaga keseimbangan antara hak tersangka, kepentingan korban, dan kepastian hukum.
Prinsip "due process of law", yang menekankan kualitas dalam proses hukum, menjadi fondasi dalam sistem peradilan yang baru, serta memastikan bahwa setiap tahapan penegakan hukum dilakukan secara adil, transparan, dan akuntabel.
Pengajar Universitas Muhammadiyah Purwokerto Dr. Selamat Widodo, menegaskan bahwa peran jaksa sebagai dominus litis sangat krusial dalam sistem peradilan pidana.
Menurut dia, jaksa memiliki peran dominan dalam memastikan bahwa penyidikan hingga penuntutan dilakukan sesuai prinsip hukum yang adil di negara-negara dengan sistem hukum yang kuat seperti Jerman dan Jepang.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Prof. Hibnu Nugroho menyoroti masih adanya fragmentasi antara kepolisian dan kejaksaan dalam tahap pra-ajudikasi yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Oleh karena itu, penyelarasan peran antara penyidik dan penuntut umum melalui konsep dominus litis menjadi langkah strategis dalam mewujudkan asas peradilan yang cepat dan biaya ringan dengan mengurangi duplikasi kerja antara penyidik dan penuntut umum," katanya.
Ia berpendapat penguatan dominus litis juga bertujuan untuk menghindari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum, serta berfungsi menjaga keseimbangan antara hak tersangka dan hak korban agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam proses peradilan.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi dominus litis juga memainkan peran penting dalam meningkatkan akuntabilitas aparat penegak hukum.
Dengan adanya pengawasan lebih kuat dari jaksa sejak tahap penyidikan maka peluang untuk terjadi penyalahgunaan wewenang dapat diminimalkan.
"Hal ini sekaligus memastikan bahwa perkara yang diajukan ke pengadilan telah melalui proses penyidikan yang benar dan berbasis bukti yang kuat. Selain itu, penerapan dominus litis juga memungkinkan adanya peningkatan koordinasi lintas lembaga," katanya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor:
Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2025