Gunakan "green chiller", Phapros berhemat 20 persen
Jumat, 4 Mei 2018 12:42 WIB
Ilustrasi - Pekerja melakukan proses pencetakan obat jenis tablet di pabrik PT Phapros Tbk di Semarang, Jateng, Jumat (20/6). (FOTO: Rekotomo/Asf/mes/14).
Semarang (Antaranews Jateng) - PT Phapros, Tbk menggunakan "green chiller" sebagai sistem pendingin berbasis hidrokarbon untuk pabriknya di Simongan, Semarang, sehingga mampu berhemat sampai 20 persen.
"Penggunaan `green chiller` ini mampu menghemat tagihan listrik lebih dari 20 persen," kata Direktur Utama PT Phapros Barokah Sri Utami saat peresmian "green chiller" di Pabrik Phapros Simongan Semarang, Jumat.
Dari akumulasi rupiahnya, Emmy, sapaan akrab Barokah menyebutkan penggunaan sistem pendingin yang ramah lingkungan itu membuat anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) mampu berhemat Rp500 juta.
Dengan sistem pendingin yang efisien tersebut, kata dia, investasi akan semakin terprediksi sesuai dengan kenaikan harga listrik dan bisa meningkatkan citra perusahaan dalam penggunaan teknologi terbarukan.
Untuk penerapan sistem pendingin tersebut, Phapros menggandeng Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Jerman.
"Phapros merupakan industri pertama yang mengimplementasikan teknologi ini. Ya, ini merupakan salah satu komitmen kami untuk terus melakukan langkah efisiensi energi," katanya.
Direktur Utama PT RNI Didik Prasetyo mengapresiasi langkah Phapros untuk mengimplementasikan teknologi "green chiller" yang sekaligus merupakan bentuk langkah hilirisasi riset.
"Kerja sama ini merupakan representasi konsep ABCG, yakni akademisi diwakili Undip, Politeknik Bandung, dan Politeknik Bali. Kemudian, bisnis diwakili Pertamina dan Phapros," katanya.
Dari "community" atau (C), kata dia, diwakili The American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE), kemudian "government" dari kementerian ESDM dibantu GIZ.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pengembangan "refrigerant" hidrokarbon merupakan kepedulian terhadap isu lingkungan.
"Ada tiga hal yang membuat kami tertarik mengembangkan `refrigerant` hidrokarbon, yakni ketersediaan bahan baku yang kami punya. Kedua, sisi lingkungan dengan keprihatinan penggunaan freon," katanya.
Dahulu, kata dia, freon yang digunakan, tetapi karena tidak ramah lingkungan kemudian diganti dengan yang lebih natural, yakni hidrokarbon yang ternyata lebih efisien dan hemat.
"Ketiga, industri dalam negeri juga sudah bisa memproduksinya. Artinya, kalau ini dikembangkan bisa menciptakan lapangan kerja baru dan pada saatnya nanti mampu meningkatkan perekonomian nasional," kata Rida.
"Penggunaan `green chiller` ini mampu menghemat tagihan listrik lebih dari 20 persen," kata Direktur Utama PT Phapros Barokah Sri Utami saat peresmian "green chiller" di Pabrik Phapros Simongan Semarang, Jumat.
Dari akumulasi rupiahnya, Emmy, sapaan akrab Barokah menyebutkan penggunaan sistem pendingin yang ramah lingkungan itu membuat anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) mampu berhemat Rp500 juta.
Dengan sistem pendingin yang efisien tersebut, kata dia, investasi akan semakin terprediksi sesuai dengan kenaikan harga listrik dan bisa meningkatkan citra perusahaan dalam penggunaan teknologi terbarukan.
Untuk penerapan sistem pendingin tersebut, Phapros menggandeng Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Jerman.
"Phapros merupakan industri pertama yang mengimplementasikan teknologi ini. Ya, ini merupakan salah satu komitmen kami untuk terus melakukan langkah efisiensi energi," katanya.
Direktur Utama PT RNI Didik Prasetyo mengapresiasi langkah Phapros untuk mengimplementasikan teknologi "green chiller" yang sekaligus merupakan bentuk langkah hilirisasi riset.
"Kerja sama ini merupakan representasi konsep ABCG, yakni akademisi diwakili Undip, Politeknik Bandung, dan Politeknik Bali. Kemudian, bisnis diwakili Pertamina dan Phapros," katanya.
Dari "community" atau (C), kata dia, diwakili The American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE), kemudian "government" dari kementerian ESDM dibantu GIZ.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pengembangan "refrigerant" hidrokarbon merupakan kepedulian terhadap isu lingkungan.
"Ada tiga hal yang membuat kami tertarik mengembangkan `refrigerant` hidrokarbon, yakni ketersediaan bahan baku yang kami punya. Kedua, sisi lingkungan dengan keprihatinan penggunaan freon," katanya.
Dahulu, kata dia, freon yang digunakan, tetapi karena tidak ramah lingkungan kemudian diganti dengan yang lebih natural, yakni hidrokarbon yang ternyata lebih efisien dan hemat.
"Ketiga, industri dalam negeri juga sudah bisa memproduksinya. Artinya, kalau ini dikembangkan bisa menciptakan lapangan kerja baru dan pada saatnya nanti mampu meningkatkan perekonomian nasional," kata Rida.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Bisnis
Lihat Juga
Hashim Djojohadikusumo pikat pendanaan hijau EUR 1,2 miliar untuk sektor kelistrikan
14 November 2024 21:08 WIB