Belum rampung, sidang etik Undip soal HTI
Kamis, 24 Mei 2018 21:40 WIB
Ilustrasi - warga melintas di depan Kantor DPD II HTI Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Selasa (9/5/2017) (Foto: Adeng Bustomi)
Semarang (Antaranews Jateng) - Universitas Diponegoro Semarang menyebutkan proses sidang etik terhadap sejumlah pengajarnya yang diduga mendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum rampung.
"Pelaksanaan sidang etik Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) dilakukan secara bertahap," kata Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Humas Undip Nuswantoro Dwiwarno di Semarang, Kamis malam.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, Nuswantoro menjelaskan sampai saat ini masih tahap sidang-sidang internal dan pengumpulan bukti-bukti yang dipastikan tidak selesai dalam 1-2 hari.
Kemungkinan, kata dia, sampai minggu depan dipastikan belum ada informasi mengenai hasil putusan sidang etik dari DKKE Undip karena baru masuk tahap klarifikasi dan konfirmasi.
Sebagaimana diwartakan, Undip menggelar sidang etik DKKE terhadap pengajarnya atas unggahan-unggahannya di media sosial yang viral dan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap HTI.
Salah satunya, Profesor Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Undip yang beberapa kali mengunggah sejumlah tulisan di medsos yang kemudian viral karena ditafsirkan dukungan terhadap HTI.
Nuswantoro mengatakan proses sidang etik yang dilakukan DKKE Undip berjalan tertutup, termasuk dirinya juga tidak diperkenankan masuk untuk mengikuti proses persidangan tersebut.
"Begini, setelah kajian internal ini kan direncanakan ada pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Kan tidak bisa langsung, mungkin butuh 1-2 hari, belum tahapan lainnya," katanya.
Selain Suteki, Nuswantoro membenarkan sidang etik tersebut juga dilakukan terhadap sejumlah pengajar yang lain terkait persoalan serupa, tetapi dirinya belum menerima informasi lebih jauh.
Sementara itu, Profesor Suteki sudah mengklarifikasi pernyataannya di medsos ketika ditemui Antara, Rabu (23/5), seraya menegaskan sama sekali tidak mendukung, apalagi anggota HTI.
"Saya menulis itu karena 'background' saya dari kacamata hukum, kemudian juga sebagai seorang muslim. Saya orang hukum, saya juga muslim, dan ngerti serta memahami kondisi negara ini," katanya.
Tulisan yang diunggahnya di medsos tersebut, kata dia, sama sekali tidak bermaksud mendukung HTI, apalagi sampai anti-Pancasila, sebab "track record" dirinya jelas selama berkiprah di Undip.
Termasuk, cuitannya menyikapi rentetan aksi terorisme belakangan, Suteki mengatakan tulisan yang diunggahnya itu merupakan sebuah pertanyaan yang menjadi hak semua orang untuk bertanya.
"Orang kan boleh bertanya apa saja. Saya bertanya itu, ada tanda tanyanya. Jangan dikira saya membuat statemen. Kecuali, saya membuat statemen, itu pasti bukan (teroris, red.) atau diragukan," jelasnya.
Dalam tulisannya itu, Suteki hanya bertanya apakah setiap penyerangan kelompok itu bisa disebut sebagai teroris, sebab soal definisi masih menjadi perdebatan dalam merumuskan RUU Antiterorisme.
"Pelaksanaan sidang etik Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) dilakukan secara bertahap," kata Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Humas Undip Nuswantoro Dwiwarno di Semarang, Kamis malam.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, Nuswantoro menjelaskan sampai saat ini masih tahap sidang-sidang internal dan pengumpulan bukti-bukti yang dipastikan tidak selesai dalam 1-2 hari.
Kemungkinan, kata dia, sampai minggu depan dipastikan belum ada informasi mengenai hasil putusan sidang etik dari DKKE Undip karena baru masuk tahap klarifikasi dan konfirmasi.
Sebagaimana diwartakan, Undip menggelar sidang etik DKKE terhadap pengajarnya atas unggahan-unggahannya di media sosial yang viral dan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap HTI.
Salah satunya, Profesor Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Undip yang beberapa kali mengunggah sejumlah tulisan di medsos yang kemudian viral karena ditafsirkan dukungan terhadap HTI.
Nuswantoro mengatakan proses sidang etik yang dilakukan DKKE Undip berjalan tertutup, termasuk dirinya juga tidak diperkenankan masuk untuk mengikuti proses persidangan tersebut.
"Begini, setelah kajian internal ini kan direncanakan ada pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Kan tidak bisa langsung, mungkin butuh 1-2 hari, belum tahapan lainnya," katanya.
Selain Suteki, Nuswantoro membenarkan sidang etik tersebut juga dilakukan terhadap sejumlah pengajar yang lain terkait persoalan serupa, tetapi dirinya belum menerima informasi lebih jauh.
Sementara itu, Profesor Suteki sudah mengklarifikasi pernyataannya di medsos ketika ditemui Antara, Rabu (23/5), seraya menegaskan sama sekali tidak mendukung, apalagi anggota HTI.
"Saya menulis itu karena 'background' saya dari kacamata hukum, kemudian juga sebagai seorang muslim. Saya orang hukum, saya juga muslim, dan ngerti serta memahami kondisi negara ini," katanya.
Tulisan yang diunggahnya di medsos tersebut, kata dia, sama sekali tidak bermaksud mendukung HTI, apalagi sampai anti-Pancasila, sebab "track record" dirinya jelas selama berkiprah di Undip.
Termasuk, cuitannya menyikapi rentetan aksi terorisme belakangan, Suteki mengatakan tulisan yang diunggahnya itu merupakan sebuah pertanyaan yang menjadi hak semua orang untuk bertanya.
"Orang kan boleh bertanya apa saja. Saya bertanya itu, ada tanda tanyanya. Jangan dikira saya membuat statemen. Kecuali, saya membuat statemen, itu pasti bukan (teroris, red.) atau diragukan," jelasnya.
Dalam tulisannya itu, Suteki hanya bertanya apakah setiap penyerangan kelompok itu bisa disebut sebagai teroris, sebab soal definisi masih menjadi perdebatan dalam merumuskan RUU Antiterorisme.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Zuhdiar Laeis
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Guru SMKN 2 Sragen terlibat pengibaran bendera HTI, Ganjar: Tak ada ampun
17 October 2019 19:03 WIB, 2019