Wali Kota Semarang pastikan zona merah difteri hoaks
Jumat, 20 Juli 2018 20:22 WIB
Semarang - Informasi yang sempat viral via aplikasi WA terkait zona merah penyebaran difteri di Semarang. (Foto: Zuhdiar Laeis) (Foto: Zuhdiar Laeis)
Semarang (Antaranews Jateng) - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi memastikan informasi yang viral melalui aplikasi jejaring sosial mengenai zona merah penyebaran difteri di Kelurahan Genuksari, Semarang sebagai hoaks.
"Itu hoaks! Memang ada kasus difteri di sana, tetapi sudah ditangani sedulur-sedulur Dinas Kesehatan Kota Semarang sehingga tidak ada namanya zona merah. Apalagi, sampai tidak boleh lewat daerah itu," katanya di Semarang, Jumat.
Beberapa waktu lalu, sempat beredar informasi via aplikasi WhatsApp (WA) mengenai jatuhnya satu korban meninggal akibat penyakit difteri di Kelurahan Genuksari, RT8/RW4, Genuk, Semarang, dan empat pasien masih dirawat.
Informasi yang menyebar cepat ke grup-grup WA itu juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menggunakan masker jika lewat Jalan Dong Biru yang masuk wilayah Genuksari sudah masuk zona merah penyebaran penyakit difteri.
Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi itu, menyebutkan kasus difteri yang terjadi di Genuksari itu periode Juni-Juli 2018 dengan jumlah tujuh kasus, sedangkan dua di antaranya meninggal dunia, sementara lima anak masih dirawat di RS.
"Jadi, ketujuh anak yang terkena difteri itu saat bayi tidak diimunisasi karena orang tuanya menolak. Padahal, pencegahan utama difteri adalah imunisasi dan ketersediaan vaksin di Kota Semarang sangat cukup," katanya.
Terkait dengan upaya penanganan difteri, politikus PDI Perjuangan itu, memastikan dilakukannya langkah ORI (Outbreak Response Immunization) kepada seluruh anak di wilayah yang ditemukan kasus difteri, termasuk Kelurahan Genuksari.
"Selain itu, Dinkes Kota Semarang juga telah memberikan profilaksis kepada penderita, serta memberikan erytromicin ke kontak penderita dan pengambilan `swab tenggorok` ke kontak penderita," kata Hendi.
Dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang yang dicatut sebagai sumber informasi terkait dengan zona merah difteri di Kota Semarang juga telah mengonfirmasi bahwa pesan tersebut sebagai hoaks.
Kepala Dinkes Kota Semarang Dokter Widoyono membenarkan informasi yang beredar terkait dengan zona merah difteri tersebut sebagai hoaks sehingga masyarakat tidak perlu khawatir yang berlebihan.
"Informasi zona merah difteri, waspada kalau lewat daerah itu, dan sebagainya, itu hoaks. Dari Unissula, dan banyak sumber juga sudah memastikan tidak pernah mengeluarkan informasi semacam itu," katanya.
Ia menjelaskan penularan difteri bisa terjadi melalui kontak dengan penderita, misalnya berbicara, batuk, seperti yang terjadi pada satu keluarga di Kelurahan Genuksari, Semarang, menunjukkan kontak yang terlalu dekat.
"Itu kan terjadi dalam satu rumah, satu keluarga, (Genuksari, red.) artinya kontaknya sangat dekat. Meski demikian, selama anak sudah diimunisasi, insya Allah tidak perlu khawatir," kata Widoyono.
"Itu hoaks! Memang ada kasus difteri di sana, tetapi sudah ditangani sedulur-sedulur Dinas Kesehatan Kota Semarang sehingga tidak ada namanya zona merah. Apalagi, sampai tidak boleh lewat daerah itu," katanya di Semarang, Jumat.
Beberapa waktu lalu, sempat beredar informasi via aplikasi WhatsApp (WA) mengenai jatuhnya satu korban meninggal akibat penyakit difteri di Kelurahan Genuksari, RT8/RW4, Genuk, Semarang, dan empat pasien masih dirawat.
Informasi yang menyebar cepat ke grup-grup WA itu juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menggunakan masker jika lewat Jalan Dong Biru yang masuk wilayah Genuksari sudah masuk zona merah penyebaran penyakit difteri.
Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi itu, menyebutkan kasus difteri yang terjadi di Genuksari itu periode Juni-Juli 2018 dengan jumlah tujuh kasus, sedangkan dua di antaranya meninggal dunia, sementara lima anak masih dirawat di RS.
"Jadi, ketujuh anak yang terkena difteri itu saat bayi tidak diimunisasi karena orang tuanya menolak. Padahal, pencegahan utama difteri adalah imunisasi dan ketersediaan vaksin di Kota Semarang sangat cukup," katanya.
Terkait dengan upaya penanganan difteri, politikus PDI Perjuangan itu, memastikan dilakukannya langkah ORI (Outbreak Response Immunization) kepada seluruh anak di wilayah yang ditemukan kasus difteri, termasuk Kelurahan Genuksari.
"Selain itu, Dinkes Kota Semarang juga telah memberikan profilaksis kepada penderita, serta memberikan erytromicin ke kontak penderita dan pengambilan `swab tenggorok` ke kontak penderita," kata Hendi.
Dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang yang dicatut sebagai sumber informasi terkait dengan zona merah difteri di Kota Semarang juga telah mengonfirmasi bahwa pesan tersebut sebagai hoaks.
Kepala Dinkes Kota Semarang Dokter Widoyono membenarkan informasi yang beredar terkait dengan zona merah difteri tersebut sebagai hoaks sehingga masyarakat tidak perlu khawatir yang berlebihan.
"Informasi zona merah difteri, waspada kalau lewat daerah itu, dan sebagainya, itu hoaks. Dari Unissula, dan banyak sumber juga sudah memastikan tidak pernah mengeluarkan informasi semacam itu," katanya.
Ia menjelaskan penularan difteri bisa terjadi melalui kontak dengan penderita, misalnya berbicara, batuk, seperti yang terjadi pada satu keluarga di Kelurahan Genuksari, Semarang, menunjukkan kontak yang terlalu dekat.
"Itu kan terjadi dalam satu rumah, satu keluarga, (Genuksari, red.) artinya kontaknya sangat dekat. Meski demikian, selama anak sudah diimunisasi, insya Allah tidak perlu khawatir," kata Widoyono.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
MTsN 1 Pati terima Penghargaan Madrasah Berpredikat ZI menuju WBK versi TPI
09 August 2024 12:53 WIB