"Warga dari luar Ternate, termasuk wisatawan mancanegara yang melakukan pendakian di Gunung Gamalama juga selalu berusaha mematuhi tradisi itu,"kata salah seorang tokoh masyarakat Ternate, Jafar Noho di Ternate, Kamis.
Prosesi pembacaan doa fere kie atau naik gunung dipimpin oleh juru kunci Gunung Gamalama.
Selain itu, kata Jafar Noho, jumlah orang dalam satu kelompok yang akan melakukan pendakian harus genap, misalnya empat orang atau enam orang, karena kalau jumlahnya ganjil sesuai ketentuan yang diwariskan para leluhur dikhawatirkan salah seorang di antaranya akan mendapat celaka.
Tradisi lain yang juga selalu dipatuhi saat melakukan pendakian di gunung api yang masih aktif itu adalah tidak boleh membawa minuman keras dan dilarang mengucapkan kata-kata kotor, misalnya memaki orang lain.
Menurut dia, saat berada di puncak Gunung Gamalama juga tidak boleh kencing sembarang tempat, terutama didekat kompleks kuburan tua yang selama ini diyakini sebagai kuburan para wali yang menyebarkan Islam di wilayah Malut.
Selama ini sering terjadi peristiwa yang menimpa pendaki Gunung Gamalama, seperti tersesat dalam perjalanan atau terjatuh diduga karena mereka melanggar tradisi tersebut, bahkan kalau Gunung Gamalama tiba-tiba erupsi juga sering dikaitkan dengan adanya perilaku para pendaki yang tidak sesuai dengan tuntunan yang diwariskan para leluhur.
Jafar Noho menambahkan, di puncak Gunung Gamalama juga ada mata air di celah batu yang dikenal dengan nama mata air abdas yang airnya dipercaya warga setempat sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit dalam.
Gunung Gamalama merupakan salah satu objek wisata yang terus dipromosikan Pemkot Ternate, karena gunung ini menawarkan pemandangan indah berupah hamparan perkebunan cengkih dan pala serta keindahan Pulau Tidore dan Halmahera saat berada dipuncaknya. (Editor : Ida Nurcahyani).