Hal ini didorong dengan munculnya berbagai festival film dokumenter di Indonesia, salah satunya Docs By The Sea, yang tengah diselenggarakan di Kuta, Bali, dan merupakan gelaran kedua setelah tahun lalu digelar.
"Platform-platform seperti Docs By The Sea ini salah satu cara untuk memulai running industri," kata Pria kepada Antaranews di Kuta, Bali, Kamis.
Docs By The Sea 2018 yang berlangsung 2-9 Agustus 2018, diawali dengan program inkubasi selama empat-hari yang meliputi Storytelling Lab, Editing Lab, Pitching Exercise dan Masterclass.
Program seperti ini juga dihadirkan oleh Festival Film Dokumenter untuk mendorong para pembuat film dokumenter agar mencapai pasar yang lebih luas.
"Platform seperti ini nantinya bisa menarik investor, produser-produser dari luar untuk bisa produksi film dokumenter di Indonesia," ujar Pria.
Distribusi film dokumenter, menurut Pria, sebagian besar masih melalui festival film. Sementara, televisi sebagai media, biasanya melakukan produksi film dokumenter sendiri.
Sementara itu, Pria melihat, produksi film dokumenter sendiri saat ini terus meningkat. Hal itu dilihat dari semakin banyak karya film dokumenter yang masuk dalam Festival Film Dokumenter.
"Tapi memang kalau dari segi nama secara perkembangan enggak terlalu banyak, terkadang kita masih melihat nama-nama lama, yang sebenarnya cukup lambat perkembangannya," kata dia.
Namun, Pria optimistis dengan regenerasi pembuat film dokumenter. Pasalnya, saat ini telah banyak institusi pendidikan yang menghadirkan program khusus untuk pembuatan film dokumenter.
Angkat film dokumenter
Saat ini, film dokumenter masih dianggap membosankan. Secara umum, masyarakat masih menjadikan tontonan film dokumenter yang ada di televisi, yang sebagian besar membahas film dokumenter sejarah, sebagai referensi film dokumenter mereka.
Padahal, film dokumenter bisa saja mengangkat kisah percintaan seseorang seperti karya sineas Vietnam "Never Been Kissed" yang masuk dalam Docs By The Sea, atau mengangkat isu lingkungan hidup tentang sampah plastik, yang coba disuarakan filmmaker Indonesia dalam "The Poly Bag Journal" di Docs By The Sea.
"Tantangan film paling dasar itu memang untuk memfamiliarkan . Ada banyak dokumenter alternatif, atau bentuk dokumenter dalam bentuk yang banyak, katakanlah di belahan dunia yang lain sudah banyak mulai menggunakan medium Virtual Reality (VR)," ujar Pria.
Layanan video on-demand yang sedang populer saat ini, menurut Pria, juga cukup membantu film dokumenter untuk lebih dekat dengan penonton.
"Digital platform saya melihatnya positif saja, artinya itu menjadi salah satu perkembangan teknologi yang sebenarnya malah kemungkinan memudahkan teman-teman mengakses berbagai konten," kata Pria.
Ke depannya, Pria mengatakan bahwa Festival Film Dokumenter juga akan mendorong film dokumenter ke platform digital.
"Dalam 2-3 tahun ke depan kita akan memulai semacam FFD untuk platform akses Arsip atau kita coba bikin streaming reguler tapi yang via website," pungkas Pria. (Editor : Ida Nurcahyani).