Semarang (Antaranews Jateng) - Perusahaan farmasi PT Phapros, Tbk resmi mengakuisisi PT Lucas Djaja Gruop yang juga perusahaan farmasi dengan penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli saham.

"Ada beberapa pertimbangan mengapa kami memilih Lucas Djaja," kata Direktur Utama PT Phapros Barokah Sri Utami, sebagaimana pernyataan tertulis yang diterima Antara, di Semarang, Kamis.

Beberapa pertimbangan tersebut, kata Emmy, sapaan akrab Barokah, antara lain karena perusahaan tersebut memiliki beberapa fasilitas produksi yang belum dimiliki Phapros, seperti fasilitas produksi "soft-gel" dan oralit.

Ditambahkannya, Lucas Djaja juga memiliki portofolio obat generiknya yang cukup banyak sehingga Phapros berharap kerja sama tersebut bisa melengkapi fasilitas produksi yang dimiliki perusahaan "pelat merah" itu.

"Kami berharap kerja sama ini bisa melengkapi fasilitas produksi yang dimiliki Phapros dan dapat meningkatkan kapasitas produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," katanya.

Perjanjian yang dilakukan antara Phapros dan Lucas Djaja merupakan salah satu "corporate action" yang dilakukan anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) itu terkait implementasi strategi bisnis anorganik.

Saat ini, kata Emmy, Phapros sedang dalam proses akuisisi saham Lucas Djaja yang diharapkan dapat meningkat dalam porsi yang lebih besar dalam waktu dekat.

Menurut dia, sumber pendanaan untuk keperluan itu diperoleh dari pinjaman bank dan dana internal perusahaan yang diharapkan ke depannya pendanaan untuk akuisisi akan dicover dari "right issue".

Pada tahun ini, kata dia, Phapros juga akan melakukan "corporate action" berupa "right issue" (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu - HMETD) senilai Rp500 miliar yang digunakan untuk keperluan ekspansi bisnis.

"Di antaranya, untuk akuisisi perusahaan farmasi, peningkatan kapasitas mesin, pemenuhan persyaratan "current" Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini, dan untuk modal kerja," katanya.

Phapros sebagai salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang didirikan sejak 21 Juni 1954 itu kini telah memproduksi lebih dari 250 item obat, di antaranya Antimo yang menjadi produk unggulan.