Nila Tanzil hampir menyerah untuk membuat anak Indonesia melek pengetahuan
Kamis, 20 Desember 2018 8:16 WIB
Nila Tanzil ditemui saat peluncuran buku "The Art of Giving Back" di Gramedia Matraman, Jakarta, Rabu (18/12/2018). (Antara News/Maria Cicilia Galuh)
Jakarta (Antaranews Jateng) - Mendirikan Taman Bacaan Pelangi yang tersebar di wilayah Timur Indonesia bukanlah hal yang mudah. Nila Tanzil mengaku sempat ingin menyerah untuk membuat anak-anak Indonesia melek pengetahuan.
Nila bercerita mendapat banyak tantangan saat menjelajah wilayah Indonesia bagian timur untuk membuat taman bacaan. Nila bergerak sendirian dan masuk ke kampung-kampung. Ia juga kerap dianggap orang jahat malah pernah dikira anggota partai politik.
Meski demikian, semua itu tetap dijalani Nila hingga berhasil membujuk masyarakat untuk mau membaca. Akan tetapi perjuangannya tak sampai di situ, ketika taman bacaannya sudah berhasil didirikan, masyarakat justru enggan membaca.
"Waktu itu taman yang kita bangun ditutup tiap hari padahal libur sekolah, lemarinya juga dikunci. Pas dibuka bukunya masih licin-licin dan diplastik. Aku tanya, mereka bilang takut kena air. Aku sedih banget karena bawanya jauh dan mahal ongkos kirimnya," kata Nila dalam peluncuran buku "The Art of Giving Back" di Jakarta, Rabu.
"Pengin nyerah tapi ada orang dari Labuan Bajo yang ngingetin, jangan stop katanya. Dia bilang aku harus lihat dari sisi lain, orang sana enggak pernah lihat buku, mereka anggap buku itu mewah dan enggak ingin rusak. Akhirnya aku enggak jadi patah semangat," lanjutnya.
Nila mengatakan jika sejak kecil sang ibu selalu mengajarkan untuk berbagi. Ketika dewasa, melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan membaca banyak buku, keinginannya untuk membantu sesama semakin tinggi. Ia malah rela keluar dari perusahaan besar untuk fokus pada Taman Bacaan Pelangi.
"Buku-buku yang aku baca itu membentuk kepribadian aku. Pas baca biografi ibu Kartini, aku bercita-cita ingin membuat sesuatu yang besar untuk negara. Ada juga buku tentang seorang kaya raya yang meninggalkan semua kekayaannya dan menjadi biksu. Aku mikir ada ya orang kayak gini, apa sih yang kita cari di hidup ini," ujar Nila.
"Akhirnya aku keluar dari comfort zone, resign dari perusahaan dan akhirnya aku fokus di Taman Bacaan Pelangi yang ternyata bisa jadi besar. Aku happy sekarang. Apa sih yang kita dapat kalau dibanding kerja di perusahaan. Tapi kepuasan batin yang dirasakan itu lebih besar," lanjutnya.(Editor : Ida Nurcahyani).
Nila bercerita mendapat banyak tantangan saat menjelajah wilayah Indonesia bagian timur untuk membuat taman bacaan. Nila bergerak sendirian dan masuk ke kampung-kampung. Ia juga kerap dianggap orang jahat malah pernah dikira anggota partai politik.
Meski demikian, semua itu tetap dijalani Nila hingga berhasil membujuk masyarakat untuk mau membaca. Akan tetapi perjuangannya tak sampai di situ, ketika taman bacaannya sudah berhasil didirikan, masyarakat justru enggan membaca.
"Waktu itu taman yang kita bangun ditutup tiap hari padahal libur sekolah, lemarinya juga dikunci. Pas dibuka bukunya masih licin-licin dan diplastik. Aku tanya, mereka bilang takut kena air. Aku sedih banget karena bawanya jauh dan mahal ongkos kirimnya," kata Nila dalam peluncuran buku "The Art of Giving Back" di Jakarta, Rabu.
"Pengin nyerah tapi ada orang dari Labuan Bajo yang ngingetin, jangan stop katanya. Dia bilang aku harus lihat dari sisi lain, orang sana enggak pernah lihat buku, mereka anggap buku itu mewah dan enggak ingin rusak. Akhirnya aku enggak jadi patah semangat," lanjutnya.
Nila mengatakan jika sejak kecil sang ibu selalu mengajarkan untuk berbagi. Ketika dewasa, melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan membaca banyak buku, keinginannya untuk membantu sesama semakin tinggi. Ia malah rela keluar dari perusahaan besar untuk fokus pada Taman Bacaan Pelangi.
"Buku-buku yang aku baca itu membentuk kepribadian aku. Pas baca biografi ibu Kartini, aku bercita-cita ingin membuat sesuatu yang besar untuk negara. Ada juga buku tentang seorang kaya raya yang meninggalkan semua kekayaannya dan menjadi biksu. Aku mikir ada ya orang kayak gini, apa sih yang kita cari di hidup ini," ujar Nila.
"Akhirnya aku keluar dari comfort zone, resign dari perusahaan dan akhirnya aku fokus di Taman Bacaan Pelangi yang ternyata bisa jadi besar. Aku happy sekarang. Apa sih yang kita dapat kalau dibanding kerja di perusahaan. Tapi kepuasan batin yang dirasakan itu lebih besar," lanjutnya.(Editor : Ida Nurcahyani).
Pewarta : Marian Cicilia
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024