SDM unggul tak cukup hanya cakap
Senin, 21 Oktober 2019 12:06 WIB
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan usai upacara pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras
Magelang (ANTARA) - Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin sudah dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui sidang paripurna di Jakarta, Minggu (20/10), dengan dihadiri antara lain para tamu negara, tokoh, dan pemuka masyarakat.
Masyarakat se-antero negeri menyambut gembira pemimpin hasil Pemilu 2019 itu yang selanjutnya bersama kabinet akan mengemban amanat penting, luhur, dan mulia selama lima tahun ke depan, periode 2019-2024, bagi kemajuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam pidato setelah pelantikan, Jokowi yang mengampu presiden untuk periode kedua, antara lain mengemukakan tentang lima target pemerintahannya, salah satunya tentang pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Presiden Jokowi menegaskan tentang pembangunan SDM sebagai prioritas utama, dengan arah sebagai pekerja keras dan dinamis, menguasai keterampilan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Prioritas pembangunan SDM dinilai penting supaya manusia unggul Indonesia siap memasuki dunia kerja, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mampu berdaya saing dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman.
Presiden nampak mendorong kesiapan manusia Indonesia masa depan yang mampu membangun perekonomian. Kemajuan perekonomian mudah diukur karena wujudnya angka-angka. Peningkatan kuantitas ekonomi menjadi bukti atas peningkatan kesejahteraan dan kemajuan hidup masyarakat. Begitu pula sebaliknya.
Bahkan orientasi pada hasil, agaknya akan lebih diutamakan dalam pembangunan, sebagaimana Presiden Jokowi kepada birokrat menekankan kinerja yang bukan sekadar menjadi pengirim program-program pembangunan tetapi juga memastikan kemanfaatan bagi masyarakat.
Sumber daya manusia unggul kiranya bukan sekadar kemampuan mereka meraih sumber-sumber ekonomi untuk pengukur kemakmuran dan kemajuan. Pembangunan SDM bukan sekadar melahirkan manusia-manusia yang mampu meraih pekerjaan atau bahkan pun menciptakan pekerjaan.
Sumber daya manusia tentu bukan berwujud robot secanggih apapun. Sebagai manusia, ia memiliki naluri kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusiaan yang mesti menjadi dasar menjalani dunia pekerjaan. Robot tak punya soal naluri itu karena ia bekerja sesuai program yang dilekatkan.
Mungkin saja bisa dikatakan bahwa manusia unggul mewujud menjadi pekerja keras sebagai jalan panggilan hidup. Ia bekerja dengan hati bagi kepentingan kemuliaan dan spiritualitas kehidupan, baik secara privat maupun pengaruhnya bagi orang lain, termasuk memuliakan bangsa dan negara.
Oleh karenanya, melahirkan SDM unggul Indonesia bukan sekadar cakap bekerja, menguasai bidang pekerjaan, atau memenangi persaingan global melalui penguasaan kemajuan teknologi dan informasi.
Pendidikan yang dijalani manuaia untuk meraih penghidupan yang layak, bukan sekadar menjadikan pekerja terampil, tetapi juga pekerja berkarakter yang mampu memaknai dunia kerjanya dan bahkan memuliakan apa yang dikerjakan.
Jangan salah mengerti bahwa pendidikan karakter, apalagi dalam skala terbatas pendidikan formal, tidak cukup hanya mengedepankan pendidikan agama atau religiusitas. Tentu tidak cukup untuk itu. Karena masih ada kebutuhan lainnya, misalnya saja pendidikan tentang kebudayaan dan bela negara, yang saling berkelindan dengan nilai-nilai lainnya, sebagai landasan melahirkan manusia unggul.
Nilai-nilai pendidikan mesti disemaikan secara utuh bagi pengembangan talenta-talenta setiap insan, sehingga terwujud pribadi mandiri dan bertanggung jawab terhadap apapun pekerjaan, bagaiamana ia menjalani pekerjaan, dan mengapa ia melakukan hal yang harus dikerjakan untuk hidupnya.
Filsuf dan pemikir pendidikan, Profesor Driyarkara (1931-1967), mengemukakan pendidikan sebagai upaya manusia dengan penuh kesadaran untuk memanusiakan manusia muda.
Melalui pendidikan, lahir manusia dewasa yang mampu memaknai hal yang dilakukan, dikerjakan, dan dijalani sebagai panggilan hidup. Ukurannya, mungkin kebahagiaan personal, inspirasi bagi dunia sekeliling dan komunitasnya, atau yang kasat mata berupa angka-angka kemajuan penghasilan ekonomi yang diraih dengan kepribadian berkarakter dan berhati mulia.
Kalau SDM unggul Indonesia yang tak sekadar cakap, ia mungkin terlihat bukan dalam hitungan lima tahunan sebagaimana periode pemerintahan. Akan tetapi bisa lebih dari kurun waktu itu, bertahun-tahun. Mungkin juga saat 2045 di mana optimisme Indonesia sedang dipancangkan pada tahun-tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf saat ini.
Masyarakat se-antero negeri menyambut gembira pemimpin hasil Pemilu 2019 itu yang selanjutnya bersama kabinet akan mengemban amanat penting, luhur, dan mulia selama lima tahun ke depan, periode 2019-2024, bagi kemajuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam pidato setelah pelantikan, Jokowi yang mengampu presiden untuk periode kedua, antara lain mengemukakan tentang lima target pemerintahannya, salah satunya tentang pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Presiden Jokowi menegaskan tentang pembangunan SDM sebagai prioritas utama, dengan arah sebagai pekerja keras dan dinamis, menguasai keterampilan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Prioritas pembangunan SDM dinilai penting supaya manusia unggul Indonesia siap memasuki dunia kerja, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mampu berdaya saing dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman.
Presiden nampak mendorong kesiapan manusia Indonesia masa depan yang mampu membangun perekonomian. Kemajuan perekonomian mudah diukur karena wujudnya angka-angka. Peningkatan kuantitas ekonomi menjadi bukti atas peningkatan kesejahteraan dan kemajuan hidup masyarakat. Begitu pula sebaliknya.
Bahkan orientasi pada hasil, agaknya akan lebih diutamakan dalam pembangunan, sebagaimana Presiden Jokowi kepada birokrat menekankan kinerja yang bukan sekadar menjadi pengirim program-program pembangunan tetapi juga memastikan kemanfaatan bagi masyarakat.
Sumber daya manusia unggul kiranya bukan sekadar kemampuan mereka meraih sumber-sumber ekonomi untuk pengukur kemakmuran dan kemajuan. Pembangunan SDM bukan sekadar melahirkan manusia-manusia yang mampu meraih pekerjaan atau bahkan pun menciptakan pekerjaan.
Sumber daya manusia tentu bukan berwujud robot secanggih apapun. Sebagai manusia, ia memiliki naluri kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusiaan yang mesti menjadi dasar menjalani dunia pekerjaan. Robot tak punya soal naluri itu karena ia bekerja sesuai program yang dilekatkan.
Mungkin saja bisa dikatakan bahwa manusia unggul mewujud menjadi pekerja keras sebagai jalan panggilan hidup. Ia bekerja dengan hati bagi kepentingan kemuliaan dan spiritualitas kehidupan, baik secara privat maupun pengaruhnya bagi orang lain, termasuk memuliakan bangsa dan negara.
Oleh karenanya, melahirkan SDM unggul Indonesia bukan sekadar cakap bekerja, menguasai bidang pekerjaan, atau memenangi persaingan global melalui penguasaan kemajuan teknologi dan informasi.
Pendidikan yang dijalani manuaia untuk meraih penghidupan yang layak, bukan sekadar menjadikan pekerja terampil, tetapi juga pekerja berkarakter yang mampu memaknai dunia kerjanya dan bahkan memuliakan apa yang dikerjakan.
Jangan salah mengerti bahwa pendidikan karakter, apalagi dalam skala terbatas pendidikan formal, tidak cukup hanya mengedepankan pendidikan agama atau religiusitas. Tentu tidak cukup untuk itu. Karena masih ada kebutuhan lainnya, misalnya saja pendidikan tentang kebudayaan dan bela negara, yang saling berkelindan dengan nilai-nilai lainnya, sebagai landasan melahirkan manusia unggul.
Nilai-nilai pendidikan mesti disemaikan secara utuh bagi pengembangan talenta-talenta setiap insan, sehingga terwujud pribadi mandiri dan bertanggung jawab terhadap apapun pekerjaan, bagaiamana ia menjalani pekerjaan, dan mengapa ia melakukan hal yang harus dikerjakan untuk hidupnya.
Filsuf dan pemikir pendidikan, Profesor Driyarkara (1931-1967), mengemukakan pendidikan sebagai upaya manusia dengan penuh kesadaran untuk memanusiakan manusia muda.
Melalui pendidikan, lahir manusia dewasa yang mampu memaknai hal yang dilakukan, dikerjakan, dan dijalani sebagai panggilan hidup. Ukurannya, mungkin kebahagiaan personal, inspirasi bagi dunia sekeliling dan komunitasnya, atau yang kasat mata berupa angka-angka kemajuan penghasilan ekonomi yang diraih dengan kepribadian berkarakter dan berhati mulia.
Kalau SDM unggul Indonesia yang tak sekadar cakap, ia mungkin terlihat bukan dalam hitungan lima tahunan sebagaimana periode pemerintahan. Akan tetapi bisa lebih dari kurun waktu itu, bertahun-tahun. Mungkin juga saat 2045 di mana optimisme Indonesia sedang dipancangkan pada tahun-tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf saat ini.
Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kementan RI : Varietas unggul baru tanam padi lahan payau hasilkan 7,1 ton/ha
14 November 2024 17:47 WIB
Raih predikat "Unggul", UIN Walisongo bertekad wujudkan pendidikan bermutu
14 November 2024 14:15 WIB