BI Surakarta atur keberadaan fintech
Selasa, 7 Januari 2020 20:52 WIB
Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono (Foto: ANTARA/Aris Wasita)
Solo (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) Surakarta, Jawa Tengah, segera mengatur keberadaan usaha "financial technology" atau teknologi finansial untuk memastikan persaingan yang lebih sehat antarlembaga keuangan.
"Bukan hanya BPR tetapi juga perbankan yang tersaingi dengan keberadaan fintech. Fintech itu sebetulnya hanya 'tools', seperti 'shadow banking'," kata Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono di Solo, Selasa.
Meski demikian, diakuinya, keberadaan fintech ini wajar dan akhirnya dipilih oleh nasabah karena aturan yang lebih mudah.
"Ketika perbankan, BPR harus mengikuti aturan yang demikian banyak maka akan muncul sumber pembiayaan lain yang dibutuhkan masyarakat, contoh ketika pedagang valas kita atur maka muncul pedagang gelap valas," katanya.
Baca juga: Masyarakat diimbau kenali fintech sebelum ajukan pinjaman³
Ia mengakui karena fintech ini baru maka belum ada aturan yang jelas terkait operasionalnya.
"Seberapa besar, akan kami atur. Kami menyadari pertumbuhan ekonomi masih kita butuhkan. Di sisi lain, kami juga menyadari bahwa perbankan, BPR, BPRS harus mengikuti aturan yang ada," katanya.
Meski demikian, pihaknya memastikan tercapainya pertumbuhan ekonomi ini tidak akan mengorbankan stabilitas ekonomi dalam negeri.
"Seberapa ketat ketentuan harus diterapkan. Kalau dilonggarkan maka seberapa longgar sehingga tanpa mengorbankan stabilitas tapi pertumbuhan ekonomi tercapai," katanya.
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, dikatakannya, BI menargetkan angka pertumbuhan bisa mencapai 10-12 persen. Sedangkan dari hasil evaluasi yang sudah dilakukan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri baru di kisaran 7-8 persen.
Baca juga: Meluaskan literasi finansial untuk hindari "fintech" ilegal
Sementara itu, Kepala Bagian Pengawasan Bank OJK Surakarta Dinavia Tri Riandari mengatakan ke depan keberadaan fintech akan diatur.
"Karena pasti lama-lama akan banyak pengaduan, misalnya sampai bunuh diri (nasabah fintech yang tidak bisa mengembalikan pinjaman). Kemarin mungkin memang dimudahkan, tetapi kalau banyak pengaduan pasti akan diatur. Melewati asosiasi juga," katanya.
"Bukan hanya BPR tetapi juga perbankan yang tersaingi dengan keberadaan fintech. Fintech itu sebetulnya hanya 'tools', seperti 'shadow banking'," kata Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono di Solo, Selasa.
Meski demikian, diakuinya, keberadaan fintech ini wajar dan akhirnya dipilih oleh nasabah karena aturan yang lebih mudah.
"Ketika perbankan, BPR harus mengikuti aturan yang demikian banyak maka akan muncul sumber pembiayaan lain yang dibutuhkan masyarakat, contoh ketika pedagang valas kita atur maka muncul pedagang gelap valas," katanya.
Baca juga: Masyarakat diimbau kenali fintech sebelum ajukan pinjaman³
Ia mengakui karena fintech ini baru maka belum ada aturan yang jelas terkait operasionalnya.
"Seberapa besar, akan kami atur. Kami menyadari pertumbuhan ekonomi masih kita butuhkan. Di sisi lain, kami juga menyadari bahwa perbankan, BPR, BPRS harus mengikuti aturan yang ada," katanya.
Meski demikian, pihaknya memastikan tercapainya pertumbuhan ekonomi ini tidak akan mengorbankan stabilitas ekonomi dalam negeri.
"Seberapa ketat ketentuan harus diterapkan. Kalau dilonggarkan maka seberapa longgar sehingga tanpa mengorbankan stabilitas tapi pertumbuhan ekonomi tercapai," katanya.
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, dikatakannya, BI menargetkan angka pertumbuhan bisa mencapai 10-12 persen. Sedangkan dari hasil evaluasi yang sudah dilakukan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri baru di kisaran 7-8 persen.
Baca juga: Meluaskan literasi finansial untuk hindari "fintech" ilegal
Sementara itu, Kepala Bagian Pengawasan Bank OJK Surakarta Dinavia Tri Riandari mengatakan ke depan keberadaan fintech akan diatur.
"Karena pasti lama-lama akan banyak pengaduan, misalnya sampai bunuh diri (nasabah fintech yang tidak bisa mengembalikan pinjaman). Kemarin mungkin memang dimudahkan, tetapi kalau banyak pengaduan pasti akan diatur. Melewati asosiasi juga," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
OJK tutup 425 penyelenggara investasi dan 1.500 "fintech lending" ilegal
27 September 2021 12:53 WIB, 2021
UNS Fintech Center hadir pertama kali di perguruan tinggi di Indonesia
12 March 2020 13:52 WIB, 2020