Semarang (ANTARA) - Keterlibatan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam pembahasan penetapan tarif angkutan penyeberangan dinilai sebagai langkah mundur dan keliru karena memperpanjang rantai birokrasi sehingga berlarut-larut.

"Hal ini terbukti dengan berlarut-larutnya penetapan tarif penyeberangan atau kapal feri yang telah diusulkan Kementerian Perhubungan sejak akhir tahun lalu karena harus dikaji kembali oleh Kemenko Budang Kemaritiman dan Investasi," kata Praktisi dan pemerhati sektor transportasi logistik Bambang Haryo Soekartono melalui siaran pers yang diterima Antara di Semarang, Rabu.

Pembahasan tarif angkutan penyeberangan di Kemenhub sudah molor selama 1,5 tahun dan belum pernah naik sejak tiga tahun lalu, padahal sesuai regulasi, evaluasi tarif penyeberangan seharusnya dilakukan enam bulan sekali.

Baca juga: Abaikan keselamatan publik, Kemenhub dinilai lamban evaluasi tarif penyeberangan

Ia mengatakan bahwa keterlibatan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam evaluasi tarif angkutan penyeberangan bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.

Sejak era Orde Baru, kata dia, evaluasi tarif telah dipangkas dengan menghilangkan mekanisme melalui DPR RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 21/1992 tentang Pelayaran.

Ketentuan ini diperkuat dengan PP No. 82/1999 tentang Angkutan di Perairan, yang menyebutkan penetapan tarif cukup melalui Menteri Perhubungan.

"Orde Baru sekalipun menyadari tarif angkutan adalah masalah krusial karena menyangkut keselamatan penumpang dan logistik, seharusnya pemerintahan Jokowi yang berorientasi maritim lebih sensitif dan responsif terhadap hal ini," ujarnya.

Anggota DPR RI periode 2014-2019 itu juga menilai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tidak mengerti sektor transportasi dan maritim sehingga lamban merespons usulan tarif angkutan penyeberangan.

Menurut dia, dampak kenaikan tarif terhadap harga barang yang diangkut hanya 0,05 persen sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

"Kenaikan itu mungkin kecil bagi pemilik barang, tapi besar artinya bagi angkutan penyeberangan untuk menjaga kelangsungan usaha dan menjamin keselamatan nyawa publik," katanya.

Bambang Haryo menyebutkan evaluasi tarif angkutan penyeberangan sebenarnya bukan domain Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, melainkan Menko Perekonomian.

Jikapun terlibat, katanya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi sebaiknya hanya mengawasi dan membantu agar birokrasinya lancar, bukan justru menciptakan birokrasi baru.

Dirinya mengaku khawatir angkutan penyeberangan berhenti operasi dalam waktu dekat karena kesulitan membayar gaji karyawan dan kewajiban lain.

Baca juga: Kapal Jepara-Karimunjawa kembali berlayar
Baca juga: Pengusaha berharap pemerintah beri kelonggaran kapasitas transportasi