Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Indra Permanajati mengatakan program mitigasi bencana tanah longsor perlu didukung oleh pemetaan wilayah yang cukup rinci.

"Langkah pertama dalam menyusun program mitigasi bencana tanah longsor adalah dengan melakukan pemetaan yang cukup rinci di wilayah-wilayah yang berpotensi longsor," katanya di Purwokerto, Ahad.

Koordinator Bencana Geologi Pusat Mitigasi Unsoed itu menjelaskan dengan peta yang rinci dan menggunakan skala kecamatan maka akan tergambar daerah yang benar-benar rawan longsor dan daerah yang cukup aman dari longsor.

"Setelah dilakukan pemetaan maka langkah-langkah mitigasi atau program pengurangan risiko bencana tanah longsor bisa segera dilaksanakan," katanya.

Anggota Ahli Kebencanaan Indonesia itu mengatakan untuk daerah yang sudah pernah mengalami longsor maka perlu dilakukan rehabilitasi di lokasi tersebut.

Dia menambahkan untuk daerah yang banyak retakan dan dikhawatirkan berpotensi longsor maka perlu dipasang alat sistem peringatan dini atau EWS.

"Sementara untuk wilayah perbukitan dengan lereng yang curam dan pola tanam yang tidak konservatif perlu penanganan khusus sementara untuk pemukiman pada wilayah dengan kondisi rawan longsor selain memerlukan penanganan khusus juga bisa saja memerlukan relokasi," katanya.

Selain relokasi, kata dia, bisa juga dilakukan upaya terasering atau pelandaian geometri.

"Selain itu bisa juga dengan menanam tanaman yang konservatif seperti tanaman tegakan dan perlu diperkuat dengan tanaman akar wangi. Kemudian saluran di daerah tersebut juga perlu diatur dengan baik dan diarahkan langsung ke sungai terdekat," katanya.

Sementara itu, jika lahan di daerah tersebut sudah ditanami padi atau sayur-sayuran maka langkah darurat yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan air dan pemantauan lokasi secara rutin.

"Kemudian untuk daerah yang berpotensi longsor batuan atau jatuhan batu maka perlu dipasang rambu peringatan rawan longsor batu," katanya.*