Sepi kegiatan, seniman Magelang beralih geluti jamu akibat terdampak COVID-19
Rabu, 15 Juli 2020 9:27 WIB
Haries Saprila seorang seniman musik warga Magelang beralih menggeluti jamu akibat terdampak COVID-19. ANTARA/Heru Suyitno
Magelang (ANTARA) - Seorang seniman musik warga Magelang Haries Saprila (36) beralih menggeluti produk jamu karena pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak pertengahan Maret 2020 membuat hampir sebagian besar sendi ekonomi lumpuh, termasuk bidang kesenian sepi kegiatan.
Haries yang merupakan pemain musik sebuah grup band di Yogyakarta saat ditemui di rumahnya di Dusun Bayanan, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Rabu, mengatakan dirinya kini menekuni jamu demi menghidupi keluarga akibat terdampak pandemi COVID-19.
Ia menyampaikan pada awalnya memang dirinya suka minum jamu dan mendapat ilmu membuat jamu dari tetangganya kemudian mencoba membuat jamu untuk diminum sendiri.
Baca juga: Pelaku ekonomi kreatif terdampak COVID-19 di Jateng terima bantuan sembako
Di masa pandemi ini, katanya, otomatis dunia hiburan termasuk musik libur total, padahal harus ada pemasukan untuk menafkahi keluarga.
"Saya harus berinovasi, memutar otak bagaimana saya harus mendapatkan pemasukan dan saya berpikir mengapa jamu yang saya bikin ini tidak saya pasarkan saja, apalagi jamu ini bisa bermanfaat untuk orang lain yakni untuk meningkatkan imunitas," kata bapak dua anak ini.
Haries mengaku mulai memproduksi jamu pada pertengahan April 2020, saat terasa sekali tidak ada pemasukan dari musik, karena tempat dia mencari nafkah di band Eskla Music di Yogyakarta sepi tanggapan.
Ia menyebutkan saat ini ada dua produk jamu yang telah dipasarkan, yakni kunyit asam dan rempah keraton. Namun yang kini laris adalah jamu kunyit asam, rata-rata per hari dapat menjual 25-35 botol.
Produk dengan label "Jamu Migunani" ini, ada dua jenis ukuran botol kunyit asam, yakni botol besar 50 mililiter dengan harga Rp12.500 dan botol kecil 250 mililiter harga Rp7.500.
Keistimewaan jamu yang diproduksinya terletak pada bahan baku dan rasanya. Jamu kunyit asam yang diproduksinya menggunakan kunyit empu, gula aren asli, asam jawa dan tanpa bahan pengawet.
Ia menuturkan penjualannya semula dipasarkan pada teman-teman dan saudara, kemudian dari mulut ke mulut serta penjualan online, kini sudah menyebar bahkan ada permintaan dari Purwokerto, Jakarta, dan Malang.
"Beberapa reseller juga ada yang sudah bergabung dengan kami. Penghasilan dari membuat jamu ini cukup lumayan, bisa untuk menyambung hidup. Seandainya nanti dunia hiburan atau musik sudah bangkit lagi, selain bermusik kami tetap akan memproduksi jamu," katanya.
Baca juga: UMKM terdampak COVID-19 butuh kepastian pasar
Baca juga: UMKM terdampak COVID-19 perlu dibantu permodalan
Haries yang merupakan pemain musik sebuah grup band di Yogyakarta saat ditemui di rumahnya di Dusun Bayanan, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Rabu, mengatakan dirinya kini menekuni jamu demi menghidupi keluarga akibat terdampak pandemi COVID-19.
Ia menyampaikan pada awalnya memang dirinya suka minum jamu dan mendapat ilmu membuat jamu dari tetangganya kemudian mencoba membuat jamu untuk diminum sendiri.
Baca juga: Pelaku ekonomi kreatif terdampak COVID-19 di Jateng terima bantuan sembako
Di masa pandemi ini, katanya, otomatis dunia hiburan termasuk musik libur total, padahal harus ada pemasukan untuk menafkahi keluarga.
"Saya harus berinovasi, memutar otak bagaimana saya harus mendapatkan pemasukan dan saya berpikir mengapa jamu yang saya bikin ini tidak saya pasarkan saja, apalagi jamu ini bisa bermanfaat untuk orang lain yakni untuk meningkatkan imunitas," kata bapak dua anak ini.
Haries mengaku mulai memproduksi jamu pada pertengahan April 2020, saat terasa sekali tidak ada pemasukan dari musik, karena tempat dia mencari nafkah di band Eskla Music di Yogyakarta sepi tanggapan.
Ia menyebutkan saat ini ada dua produk jamu yang telah dipasarkan, yakni kunyit asam dan rempah keraton. Namun yang kini laris adalah jamu kunyit asam, rata-rata per hari dapat menjual 25-35 botol.
Produk dengan label "Jamu Migunani" ini, ada dua jenis ukuran botol kunyit asam, yakni botol besar 50 mililiter dengan harga Rp12.500 dan botol kecil 250 mililiter harga Rp7.500.
Keistimewaan jamu yang diproduksinya terletak pada bahan baku dan rasanya. Jamu kunyit asam yang diproduksinya menggunakan kunyit empu, gula aren asli, asam jawa dan tanpa bahan pengawet.
Ia menuturkan penjualannya semula dipasarkan pada teman-teman dan saudara, kemudian dari mulut ke mulut serta penjualan online, kini sudah menyebar bahkan ada permintaan dari Purwokerto, Jakarta, dan Malang.
"Beberapa reseller juga ada yang sudah bergabung dengan kami. Penghasilan dari membuat jamu ini cukup lumayan, bisa untuk menyambung hidup. Seandainya nanti dunia hiburan atau musik sudah bangkit lagi, selain bermusik kami tetap akan memproduksi jamu," katanya.
Baca juga: UMKM terdampak COVID-19 butuh kepastian pasar
Baca juga: UMKM terdampak COVID-19 perlu dibantu permodalan
Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Bisnis
Lihat Juga
Hashim Djojohadikusumo pikat pendanaan hijau EUR 1,2 miliar untuk sektor kelistrikan
14 November 2024 21:08 WIB