Jakarta (ANTARA) - Lifter Eko Yuli Irawan menilai bahwa belum adanya tunjangan hari tua untuk atlet peraih medali Olimpiade merupakan sesuatu hal yang belum tercapai bahkan hingga saat ini pada HUT kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia.

Menurut Eko, tunjangan hari tua bagi para peraih medali di Olimpiade sebetulnya pernah diadakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada 2016, sayangnya itu hanya bertahan satu tahun.

“Yang belum merdeka untuk para peraih medali di Olimpiade di semua cabang olahraga itu tunjangan hari tua seperti pada 2016, tapi sayangnya 2017 dihentikan,”

“Kalau bisa itu berjalan lagi sampai kami tidak ada umur (menjadi atlet) lagi. Itu bisa disebut merdeka bagi para olimpian yang pernah memberikan medali di Olimpiade,” kata Eko saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.

Peraih medali perak Olimpiade 2016 Rio de Janeiro itu mengatakan bahwa saat ini jaminan peraih medali Olimpiade baru sekadar pengangkatan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara jumlah besaran gaji para peraih medali di SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade diukur berdasarkan pendidikan terakhir atlet.

Padahal, menurutnya, perjalanannya tidak bisa disamaratakan. Para peraih medali di Olimpiade, kata dia, lebih banyak yang mengorbankan pendidikan demi medali. Namun gajinya bisa saja lebih kecil dibandingkan dengan peraih medali di SEA Games dan Asian Games.

“Jadi untuk mendapatkan pekerjaan dan pensiunan cukup medali emas SEA Games dan tidak perlu ke Olimpiade,” ucap Eko.

“Dengan adanya tunjangan hari tua untuk peraih medali Olimpiade bisa menambah motivasi atlet untuk berprestasi di Olimpiade karena itu penghargaan yang luar biasa.”

Dia juga berharap dengan adanya tunjangan hari tua maka ketika seorang atlet memutuskan untuk pensiun, kehidupan mereka setelah selesai menjadi atlet bisa tetap terjamin. Bukan tidak mungkin, mantan atlet juga dapat fokus mendidik calon atlet muda berbakat melalui akademi atau padepokan yang dia punya.