Cegah peretasan berulang, media wajib lakukan "penetration test"
Selasa, 25 Agustus 2020 4:57 WIB
Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Dr. Pratama Persadha. ANTARA/HO-CISSReC
Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Doktor Pratama Persadha menyatakan media wajib melakukan penetration test guna mencegah peretasan berulang.
"Peretasan yang terjadi pada Tempo merupakan praktik deface," kata Pratama Persadha melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin malam.
Menyinggung peretasan terhadap Tirto, Pratama memperkirakan lebih dalam lagi, kemungkinan sudah berhasil masuk, bahkan sebagai super admin, buktinya beberapa artikel pemberitaan hilang menurut pengakuan redaksi Tirto.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC mengatakan bahwa pihaknya sejak 2019 sudah memprediksi serangan ke berbagai media tanah air akan meningkat. Hal yang sama juga sudah terjadi di luar negeri.
Bahkan, pada 2018 diberitakan pihak Saudi melakukan peretasan pada situs berita Qatar News Agency. Tanpa diketahui redaksi, ada berita yang menyudutkan Saudi di situs Qatar News Agency dan dijadikan salah satu alasan Saudi untuk mengembargo Qatar sampai saat ini.
Menurut Pratama, baik deface maupun memodifikasi isi portal berita, keduanya sudah masuk dalam ranah pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 30 dan Pasal 32.
"Intinya pelaku melakukan akses secara ilegal, bahkan memodifikasi," kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Ia menjelaskan bahwa deface pada website merupakan peretasan ke sebuah website, lalu mengubah tampilannya. Dalam kasus Tempo, misalnya, halaman webnya diubah dengan "poster" hoaks.
Dari deface peretas, lanjut dia, bisa saja masuk lebih dalam dan melakukan berbagai aksi, misalnya modifikasi data, bisa jadi ada berita yang diubah, dihapus, atau ada membuat berita tanpa sepengatahuan pengelola, seperti yang dialami Tirto.
"Peretasan yang terjadi pada Tempo merupakan praktik deface," kata Pratama Persadha melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin malam.
Menyinggung peretasan terhadap Tirto, Pratama memperkirakan lebih dalam lagi, kemungkinan sudah berhasil masuk, bahkan sebagai super admin, buktinya beberapa artikel pemberitaan hilang menurut pengakuan redaksi Tirto.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC mengatakan bahwa pihaknya sejak 2019 sudah memprediksi serangan ke berbagai media tanah air akan meningkat. Hal yang sama juga sudah terjadi di luar negeri.
Bahkan, pada 2018 diberitakan pihak Saudi melakukan peretasan pada situs berita Qatar News Agency. Tanpa diketahui redaksi, ada berita yang menyudutkan Saudi di situs Qatar News Agency dan dijadikan salah satu alasan Saudi untuk mengembargo Qatar sampai saat ini.
Menurut Pratama, baik deface maupun memodifikasi isi portal berita, keduanya sudah masuk dalam ranah pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 30 dan Pasal 32.
"Intinya pelaku melakukan akses secara ilegal, bahkan memodifikasi," kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Ia menjelaskan bahwa deface pada website merupakan peretasan ke sebuah website, lalu mengubah tampilannya. Dalam kasus Tempo, misalnya, halaman webnya diubah dengan "poster" hoaks.
Dari deface peretas, lanjut dia, bisa saja masuk lebih dalam dan melakukan berbagai aksi, misalnya modifikasi data, bisa jadi ada berita yang diubah, dihapus, atau ada membuat berita tanpa sepengatahuan pengelola, seperti yang dialami Tirto.
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Situs Undip diretas, rektorat pastikan data penerimaan calon mahasiswa jalur mandiri aman
11 July 2024 15:15 WIB
Pakar keamanan siber perkirakan ransomware conti curi data BI 3,8 terabita
03 February 2022 16:01 WIB, 2022