Mahasiswa UNS ciptakan teknologi produksi garam kilat, hanya 1-2 jam
Selasa, 25 Agustus 2020 16:59 WIB
Tiag mahasiswa UNS yang tengah mengembangkan teknologi penghasil garam ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) - Sejumlah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tengah mengembangkan teknologi pembuatan garam berupa alat bernama Parabolic Salt Machine yang mampu memproduksi garam secara cepat, hanya dalam waktu 1-2 jam.
"Berawal dari ketertarikan mengenai garam, kami berhasil membuat karya tulis berjudul 'Parabolic Salt Machine Sebagai Inovasi Teknologi Penghasil Garam Dengan Metode Pengabutan Misty Fan Berbasis Solar Concentrator dan Cakram' yang kemudian lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 5 Tahun 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)," kata salah seorang mahasiswa Dji Hanafit di Solo, Selasa.
Mereka menargetkan alat yang sedang dikembangkan tersebut dapat diaplikasikan di Kabupaten Rembang mengingat daerah tersebut memiliki potensi menjadi penghasil garam terbesar di Indonesia.
"Selama ini potensi penghasil garam yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal mengingat petani garam di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara tradisional," katanya
Ia mengatakan walaupun selama ini sudah dilakukan suatu penelitian tentang teknologi untuk proses produksi garam, seperti penggunaan teknologi filter ullir, plastik geomembran, dan rumah prisma, ternyata belum mampu mengatasi permasalahan produksi garam di Indonesia.
"Berawal dari situlah saya dan teman-teman ingin membuat alat yang mempercepat produksi garam dengan kualitas yang baik," katanya.
Ia mengatakan untuk proses pembuatan garam dengan alat yang mereka ciptakan tersebut dimulai dari proses filtrasi, selanjutnya melewati proses pemanasan air laut menggunakan solar concentrator.
"Kemudian akan dipecah partikel airnya menjadi bagian yang kecil-kecil dan bantu hembusan angin dari misty fan. Harapannya, dari proses tersebut air garam akan lebih cepat dalam proses pengkristalannya," katanya.
Ia mengatakan jika alat tersebut dapat terwujud maka hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1-2 jam pembuatan garam saat siang hari.
"Tetapi proses penelitian ini masih terkendala oleh pandemi COVID-19. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai kandungan NaCl dari garam yang dihasilkan oleh alat tersebut," katanya.
Ia berharap nantinya alat tersebut dapat membantu petani garam dalam mempercepat dan meningkatkan proses produksi.
"Kami ingin membantu perekonomian petani garam, dengan produksinya yang lebih banyak maka bisa dilakukan ekspor. Apalagi selama ini kualitas garam kita kalah dengan garam impor, padahal kalau bisa dimaksimalkan kualitas garam kita lebih bagus," katanya.
Selain Dji Hanafit yang berasal dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Teknik Mesin (PTM), dua mahasiswa lain yang juga ikut andil dalam pengembangan teknologi inovasi tersebut, yaitu Muhammad Khoirul Huda dari prodi yang sama dengan Dji dan Arini Nurfadilah dari Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS.
Baca juga: UNS meminta mahasiswa PPDS bernyali hadapi COVID-19
"Berawal dari ketertarikan mengenai garam, kami berhasil membuat karya tulis berjudul 'Parabolic Salt Machine Sebagai Inovasi Teknologi Penghasil Garam Dengan Metode Pengabutan Misty Fan Berbasis Solar Concentrator dan Cakram' yang kemudian lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 5 Tahun 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)," kata salah seorang mahasiswa Dji Hanafit di Solo, Selasa.
Mereka menargetkan alat yang sedang dikembangkan tersebut dapat diaplikasikan di Kabupaten Rembang mengingat daerah tersebut memiliki potensi menjadi penghasil garam terbesar di Indonesia.
"Selama ini potensi penghasil garam yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal mengingat petani garam di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara tradisional," katanya
Ia mengatakan walaupun selama ini sudah dilakukan suatu penelitian tentang teknologi untuk proses produksi garam, seperti penggunaan teknologi filter ullir, plastik geomembran, dan rumah prisma, ternyata belum mampu mengatasi permasalahan produksi garam di Indonesia.
"Berawal dari situlah saya dan teman-teman ingin membuat alat yang mempercepat produksi garam dengan kualitas yang baik," katanya.
Ia mengatakan untuk proses pembuatan garam dengan alat yang mereka ciptakan tersebut dimulai dari proses filtrasi, selanjutnya melewati proses pemanasan air laut menggunakan solar concentrator.
"Kemudian akan dipecah partikel airnya menjadi bagian yang kecil-kecil dan bantu hembusan angin dari misty fan. Harapannya, dari proses tersebut air garam akan lebih cepat dalam proses pengkristalannya," katanya.
Ia mengatakan jika alat tersebut dapat terwujud maka hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1-2 jam pembuatan garam saat siang hari.
"Tetapi proses penelitian ini masih terkendala oleh pandemi COVID-19. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai kandungan NaCl dari garam yang dihasilkan oleh alat tersebut," katanya.
Ia berharap nantinya alat tersebut dapat membantu petani garam dalam mempercepat dan meningkatkan proses produksi.
"Kami ingin membantu perekonomian petani garam, dengan produksinya yang lebih banyak maka bisa dilakukan ekspor. Apalagi selama ini kualitas garam kita kalah dengan garam impor, padahal kalau bisa dimaksimalkan kualitas garam kita lebih bagus," katanya.
Selain Dji Hanafit yang berasal dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Teknik Mesin (PTM), dua mahasiswa lain yang juga ikut andil dalam pengembangan teknologi inovasi tersebut, yaitu Muhammad Khoirul Huda dari prodi yang sama dengan Dji dan Arini Nurfadilah dari Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS.
Baca juga: UNS meminta mahasiswa PPDS bernyali hadapi COVID-19
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024