Kekuatan guyub hadapi pandemi
Senin, 25 Januari 2021 11:55 WIB
Warga mengambil bahan makanan gratis yang digantung di pagar tembok rumah di Desa Rendeng, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (9/7/2020). Selama tiga bulan terakhir warga setempat menggelar kegiatan sosial bernama "Aksi Jogo Tonggo" atau menjaga tetangga yaitu menyediakan paket berbagai bahan makanan gratis bagi warga yang membutuhkan sebagai bentuk peduli kepada warga yang terdampak ekonomi akibat wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww.
Magelang (ANTARA) - Ketika berbicara secara virtual di hadapan para wartawan, akhir pekan kemarin, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, seperti sedang mengaduk-aduk narasi kekuatan mendasar masyarakat untuk menghadapi pandemi COVID-19.
Rumusan nama kekuatan budaya Jateng menghadapi pandemi, Satgas Jogo Tonggo yang diusungnya, menggema di berbagai kabupaten dan kota di provinsi itu. Nama yang Jawa banget sehingga mudah dimengerti masyarakatnya.
Dari kepentingan kesehatan, melalui Satuan Tugas Jogo Tonggo, setiap warga didorong saling menjaga antarsesama agar tidak tertular maupun menularkan virus corona jenis baru itu.
Dari kepentingan kehidupan sosial sehari-hari, nampak Provinsi Jateng keluar dari lumbung pustaka budayanya dengan membawa senjata guyup untuk menghadapi penularan virus corona jenis baru itu.
Satgas Jogo Tonggo dibentuk dari tingkat provinsi hingga desa dan kelurahan, bahkan ada yang hingga RT dan RW. Tugasnya, mendukung penanganan, pencegahan, dan pelayanan masyarakat di tengah situasi sulit karena pandemi.
Ke depan, satuan tugas itu perlu dikembangkan secara lebih spesifik hingga tataran komunitas, kelompok-kelompok kecil, segmen kalangan. Bahkan, tidak ada kelirunya kalau menjadi bagian mereka-mereka, seperti di pangkalan ojek, warung kucingan, komunitas keagamaan, organisasi penghobi, peguyuban pemuda, dan grup kesenian rakyat.
Di situlah spirit guyub itu sesungguhnya tetap hidup dan dihidupi masyarakat. Tinggal mengulik menjadi semangat partisipatif dalam tanggung jawab bersama menghadapi pandemi.
Ganjar mengaku melihat kekuatan berbasis masyarakat untuk menjadi bagian dalam upaya menghadapi pandemi, yakni guyub komunitas. Berbagai komunitas bergerak, mengulurkan tangan, saling membantu dengan segala cara, terhadap orang-orang sekitar yang sedang tertimpa dan terdampak virus.
"Kampung-kampung kita memiliki empati, guyup, rukun. Simpati dan empati ini muncul dengan rasa bangga. Membantu itu bangga," ucapnya dalam acara virtual diselenggarakan Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) itu pada akhir pekan kemarin.
Pemerintah tentu saja secara resmi melalui berbagai program, melaksanakan tugas dan amanah membantu masyarakat keluar dari kesulitan, sedangkan kekuatan guyup warga membuat gerakan saling menolong itu merebak menjadi badai kebaikan.
Meskipun belum terlihat sukses amat, disebut Ganjar bahwa improvement Satgas Jogo Tonggo di masyarakat hadir dalam berbagai rupa.
Kiranya boleh diharapkan, spirit guyub "jogo tonggo" makin banyak lagi yang menyusup di tataran lebih spesifik, karena guyub juga kekuatan kultural menghadapi pandemi.
Rumusan nama kekuatan budaya Jateng menghadapi pandemi, Satgas Jogo Tonggo yang diusungnya, menggema di berbagai kabupaten dan kota di provinsi itu. Nama yang Jawa banget sehingga mudah dimengerti masyarakatnya.
Dari kepentingan kesehatan, melalui Satuan Tugas Jogo Tonggo, setiap warga didorong saling menjaga antarsesama agar tidak tertular maupun menularkan virus corona jenis baru itu.
Dari kepentingan kehidupan sosial sehari-hari, nampak Provinsi Jateng keluar dari lumbung pustaka budayanya dengan membawa senjata guyup untuk menghadapi penularan virus corona jenis baru itu.
Satgas Jogo Tonggo dibentuk dari tingkat provinsi hingga desa dan kelurahan, bahkan ada yang hingga RT dan RW. Tugasnya, mendukung penanganan, pencegahan, dan pelayanan masyarakat di tengah situasi sulit karena pandemi.
Ke depan, satuan tugas itu perlu dikembangkan secara lebih spesifik hingga tataran komunitas, kelompok-kelompok kecil, segmen kalangan. Bahkan, tidak ada kelirunya kalau menjadi bagian mereka-mereka, seperti di pangkalan ojek, warung kucingan, komunitas keagamaan, organisasi penghobi, peguyuban pemuda, dan grup kesenian rakyat.
Di situlah spirit guyub itu sesungguhnya tetap hidup dan dihidupi masyarakat. Tinggal mengulik menjadi semangat partisipatif dalam tanggung jawab bersama menghadapi pandemi.
Ganjar mengaku melihat kekuatan berbasis masyarakat untuk menjadi bagian dalam upaya menghadapi pandemi, yakni guyub komunitas. Berbagai komunitas bergerak, mengulurkan tangan, saling membantu dengan segala cara, terhadap orang-orang sekitar yang sedang tertimpa dan terdampak virus.
"Kampung-kampung kita memiliki empati, guyup, rukun. Simpati dan empati ini muncul dengan rasa bangga. Membantu itu bangga," ucapnya dalam acara virtual diselenggarakan Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) itu pada akhir pekan kemarin.
Pemerintah tentu saja secara resmi melalui berbagai program, melaksanakan tugas dan amanah membantu masyarakat keluar dari kesulitan, sedangkan kekuatan guyup warga membuat gerakan saling menolong itu merebak menjadi badai kebaikan.
Meskipun belum terlihat sukses amat, disebut Ganjar bahwa improvement Satgas Jogo Tonggo di masyarakat hadir dalam berbagai rupa.
Kiranya boleh diharapkan, spirit guyub "jogo tonggo" makin banyak lagi yang menyusup di tataran lebih spesifik, karena guyub juga kekuatan kultural menghadapi pandemi.
Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024