Semarang (ANTARA) - Ledakan bom di gerbang Katedral Kota Makassar, Ahad (28/3), tidak sekadar mengejutkan orang di sekitar gereja keuskupan di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, tetapi juga mengentakkan bangsa Indonesia ini akan bahaya radikalisme dan terorisme di tengah pandemik Coronavirus Disease (Covid-19).

Entah apa yang ada di benak dua pelaku sebelum melakukan praktik tindakan teror sampai rela mengorbankan diri mereka hingga tewas, kemudian menyebabkan sedikitnya 20 orang lain mengalami luka-luka akibat ledakan bom.

Tidak bisa dibayangkan jika pengendara sepeda motor pelaku tidak dihadang oleh sekuriti, korban lebih banyak karena jemaat sesi pagi baru selesai pada pukul 10.30 WITA. Sebagian besar di antara anggota jemaat masih bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing setelah misa Minggu Palma. Namun, sejumlah anggota jemaat yang berada di kompleks gereja menjadi korban.

Baca juga: Presiden Jokowi kutuk aksi terorisme di Gereja Katedral Makassar

Jika penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan, terutama tujuan politik, misalnya ingin memecah belah bangsa ini yang beraneka ragam suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), aparat kepolisian perlu mengusut tuntas siapa di balik aksi teror tersebut. Di lain pihak, semua komponen bangsa perlu bersatu padu melawan terorisme.

Seyogianya pengalaman yang pernah dialami bangsa ini dijadikan pelajaran. Masalahnya, bentuk teror beraneka ragam, misalnya bangsa kita pernah diterpa isu terorisme seks terhadap perempuan pada pertengahan bulan Mei 1998 di Jakarta. Aksi teror ini turut mewarnai pula pelengseran presiden ke-2 RI H.M. Soeharto sekaligus mengakhiri era Orde Baru (Orba).

Tidak saja praktik tindakan teror, tetapi juga paham atau aliran yang radikal dalam politik pun patut diwaspadai semua anak bangsa demi persatuan dan kesatuan di tengah kebinekaan bangsa Indonesia.

Semua pihak jangan sampai lengah, tetap waspada terhadap paham atau aliran yang menginginkan pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan. Radikalisme ini tidak akan tumbuh subur di Bumi Pertiwi, asalkan semua anak bangsa ini selalu bertoleransi ketika saling berhubungan dengan sesama warga negara Indonesia.

Baca juga: Ganjar minta masyarakat tak sebarkan foto pascaledakan bom Gereja Makassar