Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber dari Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Doktor Pratama Persadha mengatakan pihak yang menyalahgunakan data pribadi seseorang untuk kejahatan berpotensi menyeret pemilik kartu tanda penduduk (KTP) berurusan dengan polisi.

"Nomor yang digunakan penipu bakal dicek oleh pihak berwajib. Setelah ketemu nomor induk kependudukan (NIK), polisi mengetahui nama dan alamat pemilik KTP," kata Pratama Persadha melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin.

Polisi lantas mendatangi rumah pemilik KTP untuk keperluan penyelidikan. Pada saat inilah, kata Pratama, yang bersangkutan baru sadar bahwa ada orang yang menggunakan data dan identitasnya untuk melakukan penipuan.

Baca juga: Kebocoran data pribadi gegara peladen aplikasi lama tak di-"takedown"

Di sisi lain, masyarakat yang yang kurang memiliki literasi digital akan mudah percaya dengan mengikuti arahan pengirim SMS yang berisi pesan bahwa yang bersangkutan seolah-olah mendapat subsidi pemerintah sebesar Rp189 juta. Tangkap layar kanal YouTube Ruang Siber ketika pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha menunjukkan SMS penipuan dari nomor tak dikenal. ANTARA/Kliwon

Saking percayanya, kata Pratama, ada yang menggadaikan rumah, jual sawah, dan lain-lain untuk membayar pajak beberapa persen sesuai dengan permintaan penipu.

Oleh karena itu, dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini memandang perlu meningkatkan pengetahuan dan kecakapan masyarakat untuk menggunakan media digital agar tidak mudah kena tipu.

Di lain pihak, Pratama meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) lebih tegas dalam penegakan aturan registrasi nomor seluler prabayar menggunakan NIK dan nomor kartu keluarga (KK) untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi masyarakat.

Jika dicek di marketplace (pasar daring) tanah air, kata Pratama, bisa beli kartu SIM yang sudah registrasi dan harganya relatif murah sekali.

"Dari mana orang-orang itu registrasi SIM card? Kemungkinan besar dari data pribadi masyarakat yang telanjur bocor ke publik," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

Baca juga: Kemenkes dinilai lambat terkait kebocoran data e-HAC
Baca juga: Pakar: Perlu aplikasi khusus terkait keamanan data kala masuk mal