Thailand lawan Indonesia, Garuda mesti menyerang untuk menang

Sabtu, 1 Januari 2022 17:59 WIB
Pesepak bola Timnas Indonesia Irfan Jaya (kanan) menendang bola ke arah gawang Timnas Thailand dalam pertandingan Babak Final Leg 1 Piala AFF 2020 di National Stadium, Singapura, Rabu (29/12/2021). Thailand mengalahkan Indonesia dengan skor 4-0. ANTARA/Flona Hakim/app/aww.
Jakarta (ANTARA) -  "Serangan adalah rahasia dari pertahanan. Pertahanan itu sendiri adalah perencanaan untuk menyerang," kata pakar strategi militer China, Sun Tzu.

Menjejali pikiran soal menyerang dan menyerang, tanpa melupakan pertahanan tentunya, mau tak mau mesti dilakukan oleh Timnas Indonesia saat menghadapi Thailand pada laga leg kedua final Piala AFF 2020 kontra Thailand, Sabtu (1/1), di Stadion Nasional, Singapura, mulai pukul 19.30 WIB.

Gol demi gol harus dihasilkan lantaran pada leg pertama, Rabu (29/12), skuad Garuda takluk dengan skor telak 0-4. Untuk melampaui lawan dan menjadi juara turnamen, Indonesia setidak-tidaknya melesakkan lima gol. Atau, paling tidak, menyamakan agregat dan memaksakan pertandingan berlanjut ke babak tambahan dan, jika diperlukan, adu penalti.

Perjuangan ke arah sana tak dimungkiri berat. Timnas Thailand berisikan pemain berpengalaman, sementara para personel Indonesia mayoritas masih "hijau" dan berstatus debutan di Piala AFF.

Namun, selalu ada peluang untuk membuat kejutan. Dalam sejarah Piala AFF, memang belum pernah ada kesebelasan yang mengejar ketinggalan setelah takluk dengan selisih empat gol pada leg pertama.

Akan tetapi, di kancah sepak bola dunia, pernah terjadi situasi di mana klub Spanyol, Barcelona mampu menyingkirkan tim Prancis, Paris Saint-Germain (PSG) dari Liga Champions UEFA musim 2016-2017 meski kalah 0-4 pada leg pertama.

Barcelona kala itu secara luar biasa menang 6-1 pada leg kedua untuk lolos ke babak perempat final.

Artinya, selama fokus dan memupuk keyakinan setebal mungkin, timnas Indonesia selalu memiliki potensi untuk menjadi juara Piala AFF 2020 yang, jika terwujud, akan menjadi trofi Piala AFF perdana skuad "Garuda" sepanjang sejarah.

Optimistis

Perlu diingat, sampai laga leg pertama final, Indonesia merupakan tim tersubur di Piala AFF 2020 dengan membuat 18 gol. Thailand persis di bawah dengan koleksi dua gol lebih sedikit.

Evan Dimas dan kawan-kawan mampu membuat 18 gol dari 38 percobaan tepat ke gawang (shots on target), sementara Thailand meraup gol-golnya dari 48 kali tembakan tepat sasaran. Artinya, Indonesia sejatinya lebih efektif dalam memaksimalkan percobaan.

Demi meningkatkan intensitas serangan ke benteng Thailand, pelatih timnas Indonesia Shin Tae-yong perlu mempertimbangkan opsi untuk menurunkan lebih banyak pemain kreatif sejak menit pertama.

Di sini, sosok kreatif seperti Evan Dimas menjadi sorotan. Evan, yang belum pernah masuk sebelas pertama lagi sejak Indonesia menundukkan Laos 5-1 di fase grup, 12 Desember 2021, semestinya bisa mendapatkan tempat utama kembali.

Nantinya, Evan bisa bekerja sama dengan gelandang serang baik itu Ricky Kambuaya atau Egy Maulana. Kinerja meraka dibantu Irfan Jaya dan Witan Sulaeman di sisi sayap dan seorang penyerang tengah yang pantas diisi seorang Ezra Walian.

Ezra memang tampak kaku dalam beberapa kesempatan saat berlaga, tetapi kemampuannya untuk mencari ruang dan mempertahankan bola layak mendapatkan apresiasi. Lagipula, Ezra merupakan penyerang tengah tertajam Indonesia di Piala AFF 2020 dengan dua golnya.

Untuk sektor pertahanan, Shin Tae-yong sepertinya sudah bisa memainkan bek tengah bertinggi badan 1,94 meter, Elkan Baggott dari menit pertama. Di Piala AFF 2020, Elkan selalu menghuni bangku cadangan dan baru masuk pada paruh kedua laga.

Sebagai bek tengah, Baggott dapat berduet dengan Alfeandra Dewangga, didampingi Pratama Arhan serta Asnawi Mangkualam Bahar di sisi kiri dan kanan. Skema lima bek wajib ditinggalkan kalau Indonesia mau menjaringkan banyak gol ke gawang Thailand.

Di depan para bek, gelandang bertahan Rachmat "Rian" Irianto wajib dipertahankan. Keahlian Rian dalam memotong serangan lawan sulit tergantikan di skuad "Garuda". Kemudian di bawah mistar gawang, Nadeo Argawinata berpeluang dipertahankan.

Melihat dari pertemuan leg pertama, Thailand menerapkan strategi menekan dan membuat pemain Indonesia panik sehingga kehilangan bola.

Inilah yang membuat Shin Tae-yong merasa wajib mengingatkan pemainnya untuk tampil tenang dan fokus pada leg kedua. Sebab, betapa pun terpojoknya di lapangan, selalu ada jalan keluar yang bisa diupayakan.

Satu cara agar lepas dari kepungan Thailand yaitu dengan mengirimkan umpan-umpan akurat dengan cepat. Soal ini, Indonesia mesti terus meningkatkan kualitasnya karena di Piala AFF 2020, Indonesia berada di peringkat kedelapan alias tiga terbawah soal akurasi operan.

Rata-rata akurasi umpan Indonesia 78 persen, jauh bila dibandingkan Thailand di posisi pertama yaitu 84 persen. Peringkat operan presisi Indonesia hanya lebih baik dari Singapura dan Laos.

Indonesia perlu pula mewaspadai teknik individu pemain-pemain Thailand seperti nama andalan skuad "Gajah Perang", Chanathip Songkrasin.

Berusia 28 tahun, Chanathip telah menjadi bagian penting skuad Thailand sejak Piala AFF 2014, di mana mereka menjadi juara. Gelandang serang klub J1 League, Hokkaido Consadole Sapporo tersebut juga ikut membawa Thailand juara Piala AFF 2016.

Di Piala AFF 2020, Chanathip untuk sementara berstatus sebagai pencetak gol terbanyak dengan empat gol, bersama rekan senegaranya Teerasil Dangda, serta Bienvienido Maranon (Filipina) dan Safawi Rasid (Malaysia).

Teerasil Dangda juga harus mendapatkan perhatian karena memiliki pengalaman dan kemampuan menendang yang apik.

Tanpa menyerang, Indonesia akan merasakan gersangnya pertandingan tanpa gol. Namun, jika terlalu asyik mengarahkan bola ke pertahanan lawan, Thailand yang tidak ingin dipermalukan setelah unggul 4-0 dapat menghadirkan mimpi buruk bagi "Garuda".

Mengantisipasi itu, transisi Indonesia dari bertahan ke menyerang dan sebaliknya idealnya disiplin serta diterapkan dengan penuh konsentrasi.

Laga leg kedua sejatinya akan berat untuk Indonesia yang tertinggal empat gol. Meski begitu tidak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola.

Josef "Sepp" Herberger, pelatih yang membawa timnas Jerman juara Piala Dunia 1954, pernah melontarkan sebuah kalimat yang sampai sekarang nyaris selalu diulang dengan tujuan meningkatkan semangat berjuang pemain.

Begini dia bilang, "Bola itu bundar. Pertandingan berlangsung 90 menit, yang lainnya hanyalah teori".

Tetap optimistis, Indonesia!

Pewarta : Michael Siahaan
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024

Terkait