Kudus (ANTARA) - Sejumlah perajin tahu di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menolak ajakan untuk berhenti produksi sebagai aksi keprihatinan atas tingginya harga kedelai impor, meskipun perajin tahu yang lain ada yang berhenti produksi.

"Jika berhenti produksi, maka kami tidak memiliki pemasukan. Selain itu, ketika mogok produksinya tidak dilakukan serempak khawatirnya pelanggan juga pindah ke produsen tahu lainnya," kata Ketua Paguyuban Perajin Tahu Karangbener Kudus Bambang Sutrisno di Kudus, Selasa.

Untuk itulah, dia bersama 15 perajin tahu lainnya sepakat untuk tetap produksi, meskipun tidak untung.

Ia mengakui dengan harga kedelai sebesar Rp11.000 per kilogram, sedangkan harga jual tahunya belum dinaikkan, maka dirinya tidak mendapatkan keuntungan karena ongkos produksinya juga mahal, terutama upah karyawan.

Agar tidak mengalami kerugian yang besar, maka kapasitas produksinya diturunkan dari semula menghabiskan 50 kuintal kedelai per hari, kini hanya 40 kuintal per harinya. Sedangkan harga jual tahu setiap papannya masih tetap sama sebesar Rp27.000.

Dengan bahan baku kedelai sebanyak 40 kuintal, maka dirinya bisa menghasilkan 2.000 papan tahu sehari. Dari sisi harga jual kedelai, kemudian diproses menjadi tahu memang ada margin keuntungan, namun keuntungan tersebut belum dikurangi biaya produksi sehingga hasilnya belum memuaskan.

Baca juga: DPRD Jateng minta pemerintah segera stabilkan harga kedelai

"Untuk itulah, agar bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar, harga jual tahu dalam waktu dua hari mendatang akan dinaikkan menjadi Rp30.000 per papan karena sudah ada kesepakatan dengan pelanggan," ujarnya.

Kenaikan harga jual tersebut, kata dia, juga menjadi kesepakatan dengan pengusaha tahu lainnya di Desa Karangbener, Kecamatan Bae, Kudus, yang masuk dalam anggota paguyuban.

Anam, penjual sayur mayur keliling asal Dawe mengakui hari ini (22/2) tidak bisa kulakan tahu karena perajinnya mogok produksi. Sehingga di Pasar Dawe yang menjadi langganan untuk belanja tidak ada yang berjualan, termasuk tempe juga tidak ada di pasaran.

"Informasinya mogok semua. Kalaupun ada yang jual tempe stoknya terbatas," ujarnya.

Agus, perajin tempe asal Desa Bae mengakui berhenti produksi karena harga jual kedelai impornya melambung tinggi.

"Jika produksinya hanya sedikit, ongkos produksinya terlalu mahal dan sulit mendapatkan keuntungan. Lebih baik berhenti produksi sementara sambil menunggu harga jual kedelai turun lagi," ujarnya. 

Baca juga: Harga kedelai naik, perajin tahu alami penurunan keuntungan
Baca juga: Pemkot Surakarta sebut ada skenario untuk impor kedelai