Jakarta (ANTARA) - Sekjen Kemenperin Dody Widodo mengapresiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika yang membagikan alat set top box (STB) buatan dalam negeri guna mendukung program analog switch-off (ASO) atau migrasi dari siaran televisi analog ke digital.

"Program yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika ini tentunya bagi Kemenperin dari sektor manufaktur harus memaksimalkan sumber daya yang ada di dalam negeri, salah satunya adalah dengan memproduksi teknologi yang bisa membantu migrasi dari TV analog ke digital," kata Dody saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Menurut Dody, industri dalam negeri telah mampu memproduksi STB dengan rentang nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 20,03-36,94 persen.

Dengan penambahan nilai bobot manfaat perusahaan (BMP) sebesar 15 persen yang dimiliki perusahaan, maka produk dalam negeri STB menjadi produk yang wajib dibeli dalam pengadaan pemerintah.

Dengan penggunaan yang masif, Dody optimistis industri STB nasional akan semakin menggeliat, sehingga ke depannya, Indonesia dapat memaksimalkan STB buatan sendiri.

"Akan terjadi pendalaman struktur untuk komponen elektronika, karena STB adalah salah satu teknologi yang sebenarnya bisa dilakukan di dalam negeri. Kalau ada beberapa komponen yang masih impor, itu wajar karena selama ini kan kita dalam perbaikan," kata Dody.

Dengan penggunaan STB buatan dalam negeri, Kominfo mendukung program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) yang semakin gencar diusung Kemenperin.

Program P3DN bertujuan untuk memberdayakan industri dalam negeri, memperkuat struktur industri dalam negeri, serta mengoptimalkan produk dalam negeri pada pengadaan barang/jasa pemerintah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, yang dimaksud produk dalam negeri adalah barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia.

Dody menyampaikan implementasi P3DN didasari oleh beberapa peraturan perundang-undangan di antaranya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Pada UU itu disebutkan adanya kewajiban untuk menggunakan produk dalam negeri di setiap pengadaan barang/jasa.

"Kewajiban ini diulang kembali dalam PP 29/2018 yang mencantumkan bahwa produk dalam negeri wajib digunakan oleh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga pemerintah lainnya, dan satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan barang/jasa serta pengadaan barang/jasa pemerintah," paparnya.

Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 jo Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, turut menambahkan bahwa kementerian, lembaga, dan perangkat daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.

"Kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan mulai dari tahap perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan hingga pelaksanaan pengadaan atau pemilihan penyedia," jelasnya.

Ketentuan tersebut dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan mencantumkannya di dalam rencana umum pengadaan, spesifikasi teknis kerangka acuan kerja (KAK) dan dokumen pemilihan.

Kemenperin berharap program yang dimulai sejak puluhan tahun lalu itu diharapkan konsisten dijalankan oleh semua pihak dan berkelanjutan.

Dengan demikian, cita-cita yang ingin dicapai untuk menjadikan industri dalam negeri menjadi tuan rumah di negeri sendiri dapat terwujud secara maksimal.