Semarang (ANTARA) - Subholding Gas Pertamina, PT PGN Tbk, memiliki inisiatif untuk mengembangkan bisnis Biomethane sebagai salah satu program langkah dekarbonisasi khususnya pada industri kelapa sawit yang memanfaatkan limbah cair minyak kelapa sawit menjadi energi baru terbarukan.

Hal ini juga sejalan dengan target pemerintah Indonesia dan komitmen BUMN dalam mengurangi emisi karbon agas tercapainya Net Zero Emission pada tahun 2060.

PGN pun terbuka untuk berpartner dengan berbagai pihak untuk kolaborasi dalam bisnis biomethane yang disampaikan dalam di SOE International Conference G20 di Nusa Dua Bali, (17/10/2022). Konferensi ini menjadi ajang yang positif bagi PGN untuk meraih kesempatan, kepercayaan dunia, dan kerjasama strategis atas transformasi PGN dalam mengembangkan energi baru yang lebih sustainable.

Salah satu hasil pengolahan dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang disebut dengan Palm Oil Mill Effluent (POME) dapat di olah menjadi BioMethane. Di Indonesia, sebanyak 187,5 juta Ton buah mentah sawit atau fresh fruit bunch (FFB) dapat menghasilkan ±45 juta ton CPO dan POME 109,3 juta Ton yang dapat melepaskan methane ke atmosfer setara dengan 36 juta ton CO2e.
 
“Potensi POME diusulkan untuk diolah menjadi Biomethane yang pemanfaatannya dapat disandingkan dengan gas bumi. Biomethane dapat menjadi opsi sebagai EBT untuk menggantikan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil. Pengolahan POME membantu mengatasi permasalahan lingkungan, karena limbah cair tersebut dapat membahayakan lingkungan jika tidak diolah dan dimanfaatkan dengan tepat,” jelas Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Heru Setiawan, 17/10/2022.

Baca juga: Subholding Gas Pertamina salurkan gas bumi ke WK Rokan

Total potensi Biomethane di Indonesia sebesar 195 MMSCFD dengan area distribusi meliputi Riau, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan. Ada beberapa pabrik kelapa sawit di Sumatera di sekitar jalur pipa gas bumi PGN Group yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

“Infrastruktur gas bumi PGN Group yang sudah ada siap digunakan untuk pemanfaatan Biomethane, sehingga investasi tambahan tidak diperlukan untuk pengembangan infrastruktur baru,” lanjut Heru.

Dengan karakteristik yang setara dengan gas bumi, Biomethane memiliki berbagai potensi penggunaan akhir yang juga mirip dengan gas bumi seperti bahan bakar kendaraan, generator listrik, dan pemanas. Selain itu, biomethane juga lebih baik dalam hal jejak karbon yang rendah.

Baca juga: Ini dia pemenang Promosi Jargas di Program Bedah Dapur GasKita Periode II dan III

Menurut Heru, biomethane menarik untuk investasi dalam jangka panjang ke depan. Apalagi kondisi global saat ini, banyak industri dunia fokus pada investasi bersih berasis green energy.

Dengan pemanfaatan biomethane, investor akan mendapatkan kredit karbon pengurangan gas rumah kaca dan Bio sertifikat Green House Gas Reduction atas konversi bahan bakar dari fosil ke metana berbasis bio.

Di Indonesia sendiri, pemerintah pun menggencarkan berbagai program energi bersih khususnya di masa transisi menuju energi terbarukan. Sesuai Paris Agreement 2016, pemerintah menargetkan untuk penurunan emisi 29-41% pada tahun 2030 dengan sumber energinya menggunakan 23% energi terbarukan tahun 2025, dan 31% tahun 2050.

“Biomethane merupakan produk energi bersih berbasis “bio”, sehingga dapat mencegah emisi di seluruh rantai nilai. Bahan baku untuk menghasilkan biomethane juga berkelanjutan dan melimpah, sehingga dapat diolah dimanfaatkan dalam jangka panjang,” terang Heru.

Sebagai bagian dari Holding Migas Pertamina, PGN akan proaktif dalam perluasan biomethane berharap agar dapat berkontribusi pada Nationally Determined Contribution (NDC) dan desentralisasi bahan bakar dual fuel yang mengarah pada sistem energi yang stabil dan handal di Indonesia.