Solo (ANTARA) - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) berupaya menjaga data nasabah menyusul model kejahatan digital di sektor keuangan yang makin canggih. 

EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F Haryn melalui keterangan tertulisnya yang diterima oleh ANTARA di Solo, Jumat mengatakan aplikasi mobile dan website myBCA hanya dapat diakses nasabah dengan menggunakan BCAID dan password yang dibuat dan diketahui oleh nasabah sendiri.

"Untuk melakukan transaksi finansial di aplikasi mobile myBCA, nasabah harus memasukkan PIN yang hanya diketahui oleh nasabah," katanya. 

Sedangkan untuk melakukan transaksi 
finansial di website myBCA, dikatakannya, nasabah harus memasukkan one time password (OTP) dari token KeyBCA.

Terkait dengan ramainya isu dan klaim dari sejumlah pihak mengenai munculnya pop up peringatan virus saat mengakses BCA mobile, ia memastikan hal itu tidak benar. 

"Tidak benar BCA mobile terkena virus, namun pop up tersebut merupakan peringatan dari sistem smartphone akibat deteksi aplikasi berbahaya yang ada di smartphone," katanya. 

Selain itu, dikatakannya, kabar transfer 
antarbank Rp0 juga merupakan informasi yang tidak benar. 

"Adapun informasi yang diklaim sebagai data dari BCA, setelah kami lakukan pengecekan, dapat kami sampaikan bahwa data yang diklaim
beredar tersebut berbeda dengan data yang dimiliki oleh BCA," katanya.

Meski demikian, ia mengatakan hingga saat ini juga tidak ada nasabah yang mengalami kerugian finansial di tengah ramainya isu tersebut. 

Sementara itu, pihaknya juga mengimbau kepada para nasabah untuk selalu mengunduh aplikasi resmi di PlayStore, AppStore atau AppGallery.

"Selain itu juga melakukan update software perangkat smartphone terbaru. Install dari aplikasi tidak resmi memiliki risiko perangkat bisa terinfeksi virus yang dapat mengancam data dan aktivitas di perangkat tersebut, termasuk aktivitas finansial nasabah," katanya. 

Di sisi lain, dikatakannya, BCA berupaya melakukan pengamanan data dengan menerapkan strategi dan standar keamanan berlapis, serta mitigasi risiko yang diperlukan untuk menjaga keamanan data dan transaksi digital nasabah.

"Seluruh strategi dan penerapan standar keamanan tersebut selalu dievaluasi dan di-update secara rutin dengan memperhatikan perkembangan keamanan siber dan transaksi digital," katanya. 

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat untuk waspada terhadap kejahatan digital. 

Kepala OJK Surakarta Eko Yunianto mengatakan salah satu yang marak terjadi akhir-akhir ini adalah modus perubahan biaya transfer. 

Terkait hal itu, ia meminta masyarakat untuk tidak meresponnya dan langsung melakukan blokir ke nomor yang menghubungi. 

"Modus perubahan biaya transfer selama ini sudah banyak dilakukan penipu, tidak usah direspon dan langsung blokir saja," katanya.