Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai bahwa Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengurangi emisi karbon tidak hanya secara nasional, namun juga secara global.

Kontribusi Indonesia secara global dapat dinilai dari berhasil atau tidaknya ekosistem perdagangan karbon.

“Tetapi saya melihat (potensi), dan kita semua menghitung secara global, kalau Indonesia tidak berhasil dalam melakukan langkah-langkah tadi (perdagangan karbon), maka kita tidak bisa terlalu optimis bahwa dunia akan berhasil, karena di tempat lain, kita tidak akan menjumpai potensi sebesar di Indonesia dalam hal mengurangi emisi karbon,” kata Mahendra dalam 'Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca & Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia' yang dipantau secara virtual di Jakarta, Senin.

Selain melalui keberhasilan ekosistem perdagangan karbon melalui Bursa Karbon, Mahendra mencontohkan terdapat tiga langkah lain yang dapat dilakukan Indonesia agar menjadi pemain utama dalam pengurangan emisi karbon di dunia.

Pertama, Mahendra memberi contoh restorasi gambut yang sedang dilakukan di Tanjung Jabung Timur, Jambi untuk dimanfaatkan kembali menjadi lahan pertanian. Menurutnya, program tersebut perlu digalakkan lebih luas di berbagai wilayah Indonesia sebagai wujud komitmen terhadap Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC).

Kedua, pemerintah beserta para pemangku kepentingan (stakeholder) harus bersinergi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Hal itu dikarenakan kesejahteraan masyarakat dari segi sosial dan ekonomi juga menjadi bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

“Ini adalah basis dari yang disebut Triple Bottom Line dari pembangunan berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan sosial, pertumbuhan pembangunan ekonomi, dan menjaga serta membangun lingkungan hidup yang kemudian elemen dari itu adalah aspek hijaunya,” ujar Mahendra.

Ketiga, Mahendra mengimbau kebijakan-kebijakan keberlanjutan lingkungan dan ekonomi perlu diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, tak hanya di Jambi tanpa meninggalkan aspek profitabilitas.

"Karena ada istilahnya the most sustainable project in the world has to be profitable in the same time, kalau tidak, maka justru keberlanjutannya menjadi persoalan," pungkasnya.

Adapun Mahendra telah menyampaikan bahwa pihaknya akan resmi meluncurkan Bursa Karbon pada 26 September 2023. Bursa Karbon merupakan suatu sistem yang mengatur Perdagangan Karbon atau catatan kepemilikan Unit Karbon.

Sebagai bagian dari persiapan menyambut Bursa Karbon, telah diadakan seminar nasional terkait perdagangan karbon yang telah dilaksanakan di Surabaya, Balikpapan, Makassar, Medan serta Jambi. Jambi menjadi provinsi terakhir seminar diadakan, sekaligus mendapatkan pujian dari OJK karena menjadi salah satu sumber provinsi yang memiliki potensi untuk mengurangi emisi karbon.

Tujuan dari diadakannya seminar tersebut yakni agar meningkatkan kapabilitas, memperdalam pemahaman para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan terhadap regulasi serta mekanisme perdagangan karbon.

Baca juga: HUT RI, PGN Subholding Gas Pertamina ajak warga tekan emisi