Semarang (ANTARA) - PT XL Axiata Tbk mendorong kebijakan aturan maraknya praktik penjualan kembali layanan internet ilegal (RT/RW Net) karena merugikan pelanggan, merugikan operator, dan pemerintah. Praktik ini mengabaikan kewajiban pembayaran BHP frekuensi, mengakibatkan harga layanan internet menjadi tidak sehat, dan berpotensi mengancam keamanan data pelanggan. 

Untuk itu, kata Chief Corporate Affiars XL Axiata Marwan O Baasir, pemerintah perlu segera melakukan pengaturan dan penertiban terhadap praktik tersebut secara menyeluruh dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait.

"Praktik RT/RW Net jelas melanggan aturan antara lain UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia nomor 13 tahun 2019. Ketegasan pemerintah dalam penerapan aturan yang ada sangat dibutuhkan karena praktik ilegal ini telah merugikan XL Axiata sebagai operator yang telah berinvestasi dalam pembangunan jaringan dan pemilik lisensi yang sah," katanya.

XL Axiata juga berkomitmen memberantas praktik RT/RW Net melalui edukasi, kerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan asosiasi terkait, serta penegakan aturan yang ketat dalam syarat dan ketentuan berlangganan layanan. 

Terkait kemunculan Starlink di Indonesia, XL Axiata melihatnya sebagai peluang untuk menyediakan layanan internet cepat di wilayah-wilayah pelosok, namun manajemen XL Axiata menekankan perlunya pemerintah untuk menerapkan secara tegas regulasi yang seimbang untuk menciptakan playing field yang adil bagi semua pemain di industri.

“Pemerintah perlu memastikan equal playing field antara Starlink dengan operator yang sudah ada. Hal ini akan mendorong persaingan sehat dan meningkatkan kualitas layanan bagi masyarakat. Kami pun siap untuk berkolaborasi dengan Starlink dan membuka peluang kerja sama untuk memperluas jangkauan layanan internet," kata Marwan.

OTT yang menumpang di jaringan milik operator, lanjut Marwan, diperlukan regulasi agar tercipta kompetisi yang fair, karena operator diharuskan membayar PNBP, spektrum, dan USO, serta selalu berinvestasi untuk memastikan layanan kepada pelanggan. Sedangkan OTT tidak membayar sama sekali. Pajak pun belum tentu benar. Karena itu perlu regulasi yang tegas untuk mengatur OTT ini. Aturan untuk memastikan adanya perlakuan yang setara antara opertor dengan OTT.

XL Axiata memandang, pelaku bisnis OTT mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari industri internet Indonesia. Sebaliknya, para operator telekomunikasi, termasuk XL Axiata, dengan produk layanan yang makin terjangkau malah tidak mendapatkan kenaikan pendapatan yang signifikan dari kenaikan trafik. Kenaikan trafik tersebut lebih dinikmati oleh OTT. 

XL Axiata berharap pemerintah bisa membantu menciptakan iklim yang positif dan sehat tersebut yang juga akan bisa mendukung percepatan dan pemerataan pembangunan nasional. Marwan menyebut, perlunya intervensi segera dari pemerintah dalam menangani sejumlah persoalan yang hingga saat ini belum ada kejelasan padahal sudah sangat jelas akan mengganggu pelaku industri telekomunikasi nasional, terutama para operator.    

Marwan menambahkan XL Axiata berharap pemerintah dapat memperhatikan beban regulasi yang saat ini dibebankan kepada industri telekomunikasi. Rasio biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP) terhadap pendapatan kotor operator telah mencapai 13-14 persen, melebihi batas wajar yang ideal 5-10 persen.