Solo (ANTARA) - Ombudsman menggali permasalahan di balik status pailit yang dialami perusahaan tekstil Sritex dengan melakukan kunjungan ke pabrik di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika usai meninjau operasional pabrik Sritex di Sukoharjo, Selasa mengatakan Ombudsman ingin menggali tentang persoalan layanan publik di balik kondisi dialami Sritex.

"Ternyata setelah didalami banyak sekali persoalan layanan publik yang memang berpotensi maladministrasi jika persoalan Sritex tidak segera diselesaikan," katanya.

Ia mengatakan persoalan Sritex sebetulnya hanya satu, yaitu upaya agar status pailit ini dicabut oleh MA.

"Karena kan sudah banding, tapi itu kepentingan Sritex, Ombudsman tidak berkepentingan di situ. Salah satu kewenangan Ombudsman adalah mengusulkan perubahan regulasi
yang berpotensi maladministrasi," katanya.

Ia mengatakan indikasi maladministrasi sebagai menimbulkan kerugian publik.

"Di sini ada persoalan terkait undang-undang kepailitan, di mana ada sindikasi burung pemakan bangkai. Jadi bangkai yang sudah mati dimakan oleh burung, jadi banyak sekali modus-modus di balik kepailitan, salah satunya adalah untuk mengambil alih perusahaan untuk mengambil untung di balik kerugian orang lain," katanya.

Ia mengatakan persoalan Sritex berawal dari salah satu pemasok yang memiliki piutang kepada Sritex Rp100 miliar.

Ia mengatakan Rp100 miliar hanya 0,5 persen dibandingkan dengan total utang yang dimiliki oleh Sritex.

"Jadi bisa dibayangkan bagaimana Rp100 miliar bisa membangkrutkan perusahaan yang punya tanggungan kredit lebih dari Rp20 triliun. Ini kan aneh," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, undang-undang perlu dipelajari agar tidak digunakan oleh oknum-oknum kurator ataupun hakim yang sebetulnya niatnya hanya untuk mencari keuntungan.

"Tendensiusnya sangat tinggi sekali, karena benefit yang mereka dapatkan dalam masalah kepailitan cukup besar misalnya mereka dapat fee 10 persen, kalau nilainya Rp20 triliun maka dapatnya Rp2 triliun, besar sekali kan," katanya.

Akibat status pailit, ujarnya, Sritex tidak dapat mendatangkan bahan baku dari luar.

Ia mengatakan saat ini sisa bahan baku hanya cukup untuk produksi selama tiga minggu ke depan.

"Kalau tidak ada lagi pekerjaan artinya secara tidak langsung PHK akan terjadi. Nah kami punya waktu tiga minggu, selama tiga minggu ini apa yang bisa kami lakukan," katanya.

Ia mengatakan salah satu yang akan dilakukan yakni memberikan saran kepada pemerintah dan mitra kerja terkait.

"Mari kita lihat kepentingan ini secara lebih komprehensif lagi. Kalau proses hukum sekarang yang ditunggu di sini agar MA mencabut kepailitan, tapi kan tergantung MA," katanya.

Dalam hal ini, katanya, Ombudsman tidak dapat mengintervensi MA.

"Apakah Ombudsman bisa memberikan hasil catatan kajian kepada MA ya bisa saja, tapi bukan dalam rangka mempengaruhi tapi dalam rangka memberikan informasi," katanya.

Baca juga: Komisi VII DPR dukung penyelamatan Sritex