Sekretaris Jenderal DPP PPNSI, Riyono, di Semarang, Rabu, mengatakan populasi ternak nasional masih bisa mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri sehingga pemerintah tidak memiliki alasan untuk tetap membuka keran impor daging sapi hingga 34.000 ton pada 2012.

"Pernyataan Menteri Pertanuian bahwa masih akan dibuka keran impor daging sapi sebesar 34.000 ton pada 2012 harus menjadi perhatian serius bagi dunia peternakan nasional," katanya.

Ia menyebutkan, data yang dihimpun PPNSI berdasarkan hasil sensus ternak 2011 menyebutkan jumlah sapi potong sekitar 14 juta ekor, 1,1 juta kerbau, dan 400.000 sapi perah.

Jumlah ternak sebanyak itu, menurut dia, bisa memenuhi kebutuhan pada 2012 yang diperkirakan mencapai 384.000 ton, dengan asumsi konsumsi daging per kapita 1,984 kilogram.

Ia menambahkan berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik, kata Riyono, jumlah itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Pemerintah seharusnya mempertimbangkan kembali rencana impor daging sapi dari Australia," katanya.

Ia mengingatkan, seharusnya pemerintah mempertahankan populasi ternak yang sekarang sudah bagus, lalu fokus pada pengawasan agar bisa menekan praktik penyembelihan sapi betina produktif, sekaligus menekan keran impor daging.

Melalui kebijakan tersebut, menurut dia, target swasembada daging pada 2014 bakal berhasil sehingga kesejahteraan peternak Indonesia meningkat.
Menurut dia, kekurangan daging sapi untuk keperluan konsumsi dan industri disebabkan masih minimnya ketersedian pasar-pasar tradisional.

Di pasar tradisional ini pedagang dan peternak lokal bisa langsung bertransaksi sehingga keduanya bisa memperoleh harga terbaik yang saling menguntungkan.

"Oleh karena itu, pemerintah perlu mempercepat membangun pasar-pasar sapi tradisional, minimal setiap kecamatan ada satu pasar sapi," katanya.

Pemerintah, katanya, juga perlu menambah insentif bagi kelompok ternak dengan subsidi pakan untuk meningkatkan mutu bibit ternak sehingga bakal meningkatkan mutu bibit ternak.

"Jangan sampai rencana impor daging di pada 2012 membuat peternak kecewa dan akhirnya malas untuk beternak," tutup Riyono