Rapat pleno rekapitulasi perolehan suara yang dilaksanakan di Aula KPU Jepara, menetapkan pasangan Ahmad Marzuki-Subroto meraih suara terbanyak dengan jumlah 222.213 suara atau 42,49 persen dari jumlah suara sah sebanyak 522.988 suara.

Sedangkan terbanyak kedua pasangan Nur Yahman-Aris Isnandar sebanyak 189.150 suara (36,17 persen).

Urutan ketiga, pasangan Yuli Nugroho-Nuruddin Amin sebanyak 95.699 suara (18,3 persen), berikutnya pasangan Khaeron Syariefudin-Ahmad Ja'far sebanyak 15.926 suara (3,04 persen).

Seorang saksi yang menolak menandatangani hasil rapat pleno, yakni Rahmat Akbar, saksi dari pasangan Nur Yahman-Aris Isnandar, sedangkan Ibnu yang merupakan saksi dari pasangan Khaeron Syariefudin-Ahmad Ja'far tidak bisa ikut menandatangani karena tidak membawa surat mandat, meskipun hardir pada rapat tersebut.

Saksi yang menandatangani, yakni Abdul Rsyid yang merupakan saksi dari pasangan Ahmad Marzuki-Subroto dan Zakariya Anshori dari pasangan Yuli Nugroho-Nuruddin Amin.

Menanggapi penolakan tersebut, Ketua KPU Jepara Muslim Aisha mengatakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan hasil rapat pleno ini tetap sah, meskipun ada salah satu saksi dari pasangan calon yang menolak menandatangani.

"Jika mereka tidak bersedia menandatangani berita acara hasil rapat pleno rekapitulasi perolehan suara, merupakan hak mereka," ujarnya.

Ia berharap, keberatan ditulis formulir yang disediakan untuk dijadikan pelengkap dokumen proses rekapitulasi.

Pasangan calon yang mengajukan keberatan, memiliki waktu tiga hari terhitung sejak Senin (6/1) hingga Rabu (8/1) untuk menyampaikan keberatannya ke Mahkamah Konstitusi.

Jika keberatan dari salah satu pasangan calon tersebut benar-benar diajukan ke MK sebagai perselisihan Pilkada Jepara, katanya, proses pelantikan cabup dan cawabup terpilih menunggu hasil perselisihan tersebut.

Berdasarkan surat pernyataan keberatan dari saksi pasangan calon Nur Yahman-Aris Isnandar yang ditandatangani Rahmat Akbar, terdapat tiga poin keberatan.

Di antaranya, soal pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT), akan tetapi tidak dapat melaksanakan hak pilihnya karena tidak memperoleh surat undangan dan kartu pemilih.

Keberatan kedua, yakni soal selisih yang signifikan antara jumlah DPT, jumlah pemilih yang hadir di tempat pemungutan suara (TPS), dan jumlah pemilih yang tidak hadir di TPS.

Selain itu, terdapat cacat prosedur dalam merevisi hasil rekapitulasi suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) serta cacat prosedur dalam melaksanakan penambahan surat suara dan pendistribusiannya di tingkat TPS.