"Mereka itu (30 warga Malaysia) adalah sindikat narkoba yang dilatih dan dibayar upah lumayan," kata pengarah jabatan siasatan jenayah narkotik, Kepolisian Malaysia, Datuk Noor Rasjid Ibrahim seperti dikutip harian Utusan Malaysia, Senin.

Dikatakannya bahwa Indonesia menjadi tujuan sindikat penyelundupan narkotika internasional karena dianggap memiliki pasar yang besar.

Keadaan itu menyebabkan harga narkoba di Indonesia melambung tinggi sehingga memberikan keuntungan yang besar kepada sindikat tersebut.

Sebagai contoh, katanya, narkoba jenis shabu di Malaysia yang dijual pada harga pasaran 250.000 ringgit per kilogram menjadi 800.000 ringgit per kilogramnya jika di Indonesia.

"Hal ini yang mendorong sindikat narkoba dari Malaysia mencoba berbagai cara untuk membawa masuk narkoba tersebut ke Indonesia dengan menggunakan warga Malaysia dan Indonesia sebagai kurirnya dengan menawarkan bayaran yang lumayan," ungkapnya.

Menurut dia, saat ini banyak sindikat narkoba yang didalangi warga Malaysia yang mahir memproses narkoba sendiri. Sindikat tersebut hanya perlu membawa masuk bahan mentah untuk membuat narkoba dari luar negeri seperti Myanmar dan Iran.

"Narkoba yang siap diproses akan dipasarkan ke Malaysia dan Indonesia melalui kaki tangannya yang sudah dilatih dan dibayar cukup tinggi," katanya.

Noor Rashid mengatakan, permintaan tinggi untuk narkoba sintetik juga mendorong sindikat mencari alternatif lain untuk mendapatkan pasokan bahan mentah untuk membuat syabu dan pil Eramin 5.

Bahkan ada sindikat yang menggunakan obat influenza yang mengandung ephedrine untuk membuat syabu.

"Jika tidak dikawal, Malaysia bisa menjadi seperti Meksiko karena sindikat narkoba di negara itu kini juga beralih menggunakan obat selesma untuk menghasilkan narkoba," katanya.