"Mengacu pada UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, kami menerima pengajuan permintaan dari PT Indoasia Ground Utama atas nama Sukhoi Civil Aircraft dan kami berikan izin masuk dan izin terbang," kata Mangindaan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Senin.

Izin masuk untuk pesawat Sukhoi Super Jet 100 tersebut adalah gabungan tiga izin yaitu "Diplomatic Clearance" Kementerian Luar Negeri pada 20 April 2012, "Security Clearance" dari Mabes TNI 23 April 2012 dan "Flight Clearance" dari Dirjen Perhubungan Udara tertanggal 7 Mei 2012 dengan rute Saigon-Halim Perdana Kusuma-Vientien.

"Sedangkan izin terbang terdiri atas 'Diplomatic clearance' dari Kementerian Luar Negeri tertanggal 2 Mei 2012, 'security clearance' dari TNI dengan tanggal 4 Mei 2012 dan 'Flight clearance' dari Dirjen Perhubungan Udara pada 9 Mei 2012 dengan limitasi area pengoperasian," tambah Menhub.

Pertimbangan perizinan tersebut, menurut Menhub, karena dua hal, pertama pesawat SSJ 100 itu telah mendapat sertifikat Tipe dari Interstate Aviation Committee-Aviation Register (IAC-AR) pada 28 Januari 2011 dari negara produsen Rusia.

"Kedua, validasi sertifikat tipe pesawat diterbitkan Otoritas Penerbangan Sipil Eropa (EASA) pada pada 3 Februari 2012 yang mengacu pada Konvensi Chicago 1944 yang diadopsi dalam Keputusan Menteri Perhubungan No KM 26/2003," tutur Mangindaan.

Terkait perbedaan nomor pesawat yang diajukan permintaan izin dengan pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang jatuh, Menhub mengakui hal tersebut.

"Izin yang keluar adalah flight clearance untuk pesawat nomor seri 97005, tetapi pesawat Sukhoi yang datang adalah bernomor 97004," tambah Menhub.

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bakti mengungkapkan bahwa pihaknya mengetahui perbedaan nomor seri pesawat tersebut setelah pesawat jatuh.

"Izin masuk diajukan pada April oleh PT Indoasia sebelum pesawat datang ke Indonesia dan kami memang tidak memeriksa pesawat karena pesawat tersebut sudah mendapat sertifikat kelayakan udara dari Rusia dan Eropa," ungkap Herry.

Menurut Harry, dari penjelasan pihak Sukhoi, kedua pesawat tersebut memiliki misi yang sama yaitu untuk mengangkut penumpang.

"Flight plan" Sukhoi di bandara Halim Perdanakusuma, menurut dia, sudah bernomor 97004 dengan rute Halim-Pelabuhan Ratu-Halim.

"Izin 'clearance flight' memang dapat cepat diperoleh karena menggunakan 'online system' agar saat pesawat terbang ATC dapat mengecek pesawat tersebut. Jadi izinnya penerbangan, bukan sertifikat kelayakan udara," ujar Harry.

Sejumlah anggota DPR mencecar Kementerian Perhubungan mengenai izin terbang pesawat yang jatuh pada Rabu (9/5) di Gunung Salak Bogor tersebut.

"Sangat mengerikan bila ada pihak luar yang membawa pesawat yang tidak ketahuan asalnya dan digunakan untuk mengangkut penumpang," kata Teguh Juwarno dari Fraksi PAN.

Akibat jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 saat melakukan penerbangan demo untuk promosi (joy flight) sebanyak 45 orang penumpang dan awak pesawat tewas, terdiri atas 31 pria dan 14 wanita, 35 orang WNI dan 10 orang WNA.