"Konferensi banyak membahas pendekatan kontemporer penyakit Alzheimer," kata ahli penyakit syaraf Indonesia dr Andreas Harry, SpS (K) yang diundang mengikuti konferensi itu saat menghubungi Antara dari Boston, Rabu pagi.

Ia menjelaskan, negara-negara yang hadir pada konferensi itu membicarakan rencana nasional karena terjadi prevalensi pertumbuhan penyakit itu.

"Diperkirakan terjadi epidemik global yang berdampak internasional di mana pada tahun 2050 ada 120 juta penderita demensia," kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti (1984), yang menyelesaikan ahli syaraf di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.

Pada aman asosiasi alzheimer Indonesia http://asosiasialzheimerindonesia.wordpress.com, yang merujuk buku "Mengenal Awal Pikun Alzheimer" yang ditulis Prof Dr Sidiarto Kusumoputro Sp.S(K) dan dr Lily Djokosetio Sidiarto Sp.S(K) disebutkan bahwa penyakit demensia atau kepikunan telah membebani masyarakat dengan sejumlah 90 miliar dolar AS setiap tahunnya (lebih dari Rp180 triliun) hanya untuk perawatan di rumah.

Ia mengatakan bahwa alzheimer termasuk yang paling utama dari kelompok demensia ini.

Dikemukakannya bahwa Alzheimers adalah penyakit demensia neurodegeneratif yang paling sering dijumpai di mana usia adalah faktor risiko terbesar.

Menurut dia kemajuan besar dalam ilmu kedokteran telah menambah jumlah manusia yang dapat hidup hingga usia 80 hingga 90 tahun dan hal ini menyebabkan meningkatnya angka penderita (insiden) demesia Alzheimer.

Gangguan memori (cognitive memory decline), kata dia, adalah gejala paling awal dan paling nyata dari penyakit demensia Alzheimer.

(Andi Jauhari)