"Problem terbesar kita adalah kesadaran kelas politik rakyat masih rendah," kata Prof. Wiwieq--sapaan akrab Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D.--kepada Antara Jateng, Kamis.

Menurut Prof. Wiwieq, seharusnya rakyat tidak memberikan toleransi terhadap praktik menyimpang dan melanggar hukum dengan cara memberikan tekanan dan pengawalan yang kuat terhadap penyelenggaraan negara/pemerintahan.

Rakyat, kata alumnus the Flinders University, Adelaide, Australia itu, juga perlu menunjukkan perlawanannya terhadap pelayanan publik yang buruk, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun perizinan.

"Sebab, hanya dengan begitu aspirasi rakyat bisa terwujud. Bila tidak, rakyat hanya akan menjadi korban dan objek dari buruknya penyelenggaraan pemerintahan," katanya.

Di lain pihak, Prof. Wiwieq juga memandang perlu petani dan nelayan mendapat perlindungan fasilitas dan pasar. Begitu pula, kesejahteraan buruh harus ditingkatkan dengan cara ikut memperjuangkan penghapusan biaya siluman terhadap perusahaan.

"Tercatat bahwa biaya siluman mencapai dua kali lipat dari biaya buruh. Biaya siluman sekitar 19--24 persen, sedangkan gaji buruh hanya 9--12 persen dari ongkos produksi," ucapnya.

Menurut alumnus Curtin University, Perth, Australia itu, bila biaya siluman bisa dipangkas 50 persen saja, upah minimum regional (UMR) buruh bisa meningkat dua kali lipat.

Olah sebab itu, kata Prof. Wiwieq, penghapusan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menjadi tuntutan rakyat dalam gerakan reformasi 1998 harus diupayakan secara serius untuk diwujudkan.