Logo Header Antaranews Jateng

Analis: Parpol Dikuasai Kaum Manula

Senin, 5 Januari 2015 17:46 WIB
Image Print
Sejumlah bendera partai terpasang di tiang bekas dermaga peninggalan Belanda di kawasan wisata pantai Ampenan, Mataram, NTB, Minggu (17/11). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
"Tidak ada platform dan kedisiplinan regenerasi di kalangan parpol kebanyakan. Harusnya, prinsip meritokrasi yang berlaku. Orang-orang berprestasi yang menonjol," katanya di Semarang, Senin.

Penasihat politik tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi itu mencontohkan PDI Perjuangan yang masih dikomandoi Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto di Gerindra, dan Susilo Bambang Yudhoyono di Demokrat.

Demikian pula dengan aprpol-parpol lainnya, kata dia, masih saja didominasi tokoh-tokoh tua, seperti Wiranto dengan Hanura, Surya Paloh dengan Nasional Demokrat, maupun Aburizal Bakrie di Golkar.

"Meski di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lebih tertata regenerasinya, nampaknya pengaruh majelis syuro sangat kuat dalam penentuan keputusan hingga kabupaten/kota. Perlu diperbaiki juga," tukasnya.

Budi menjelaskan pola politik gerontrokrasi ini membuat tidak ada demokrasi riil di tubuh parpol karena pengaruh pendiri parpol masih sangat kuat, seperti pengaruh Megawati di PDI Perjuangan.

"Penyebabnya, dalam konteks demokrasi transisi sekarang ini terjadi ledakan kekuasaan yang mengaah pada elitesentris baru. Artinya, pemusatan kekuasaan hanya terjadi di tataran pusat," katanya.

Akibatnya, kata dia, terjadi politik dinasti yang dipegang oleh pendiri parpol atau dinastinya sehingga kepentingannya terartikulasi lebih pada kepentingan elite, bukan kepentingan rakyat.

Ia menilai berjalan atau tidaknya regenerasi dalam parpol sebenarnya bergantung pada kesadaran elite dalam mengatur mekanisme organisasi kepartaiannya yang semestinya mendasarkan demokrasi.

Namun, Budi mengatakan pola politik dinasti akan terputus dengan sendirinya setelah 1-2 generasi ke depan ketika sudah tidak ada lagi penerus dinasti atau tokoh yang "menjual" di kalangan internal.

"Selama masih ada penerus dinasti atau 'putra mahkota', ya, tetap berjalan politik gerontokrasi. Namun, kalau sudah tidak ada penerus dinasti kan anak-anak muda bergairah untuk maju," pungkasnya.

Pewarta :
Editor: Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2024