Menkumkam: Tidak Mungkin Ada Grasi Kedua untuk Terpidana Narkoba
Selasa, 10 Februari 2015 16:30 WIB
"Itu pertanyaan yang harus kamu ajukan ke presiden. Saya pikir itu tidak mungkin," jawab Yasonna di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.
Menkumham mengakui bahwa beberapa kedutaan besar negara lain telah berjuang untuk melindungi warga negara dari eksekusi mati di Indonesia.
"Saya tahu kedubes telah bekerja sangat keras untuk itu hingga berupaya menemui saya dan Jaksa Agung. Saya pikir setiap pemerintah akan berupaya melindungi warga negaranya, tapi kami memiliki hukum kami sendiri," katanya.
Yasonna juga mengakui bahwa beberapa terpidana mati kasus narkoba telah berubah dan bertaubat, namun pengadilan telah memberikan putusan ancaman hukuman mati dan pihaknya harus menegakkan hukum.
"Ini perang melawan narkoba. Ini merupakan pesan bahwa negara sangat serius memerangi narkoba, terutama pengedar/gembong narkoba," tegas Yasonna.
Menkumham menegaskan bahwa eksekusi hukuman mati tahap kedua tetap dilaksanakan. "(Penundaan) Ya itu perkembangan politik saja, kita konsentrasi saja yang ada. Kita selesaikan satu per satu," katanya.
Kejagung berencana mengesekusi 11 terpidana mati tahap kedua, yakni delapan kasus narkotika dan 3 kasus pembunuhan.
Ke-11 terpidana mati itu adalah Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana, Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkotika, Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkotika, Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana, Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana, Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkotika.
Selanjutnya Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkotika, Zainal Abidin (WNI) kasus narkotika, Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkotika, Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkotika dan Andrew Chan (WN Australia) kasus Narkotika.
Pewarta : Antaranews
Editor:
Antarajateng
COPYRIGHT © ANTARA 2024