Kisruh Sepak Bola Indonesia yang Tak Kunjung Usai
Selasa, 5 Mei 2015 16:07 WIB
Langkah yang diambil induk organisasi sepak bola di Tanah Air ini karena mereka menganggap bahwa sekarang ini kondisinya "Force Majuere". Ini sebagai tindak lanjut atas keputusan Kementrian Pemuda dan Olahraga yang membekukan PSSI hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya, Jatim.
Kemenpora mengeluarkan surat pembekuan bernomor 01307 Tahun 2015 dan ditandatangani oleh Menpora Iman Nahrawi per 17 April. Hukumannya adalah tidak diakuinya semua kegiatan termasuk hasil KLB PSSI di Surabaya.
Kemudian PSSI juga sudah melancarkan gugatan kepada Kemenpora yang sidangnya sudah mulai digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pulo Gebang, Jakarta Timur, Senin (4/5) dan akhirnya dilanjutkan pada Kamis (7/5).
Sementara itu Kemenpora juga sudah mengundang 15 perwakilan klub yang berlaga di ISL beberapa waktu lalu, bahkan Kemenpora sendiri minta PT Liga Indonesia untuk menggulirkan kembali kompetisi paling lambat 9 Mei 2015. Tetapi pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil.
Kemudian Kemenpora juga akan membentuk Tim Transisi yang beranggotakan 15 sampai 17 personel yang untuk mengambil alih hak dan kewenangan PSSI sampai dengan terbentuknya kepengurusan PSSI yang kompeten sesuai dengan mekanisme organisasi dan statuta FIFA.
Tentunya penghentian kompetisi ini banyak pihak yang merasa 'dirugikan' terutama klub-klub yang bersangkutan mengingat mereka sudah mengeluarkan kocek yang tidak sedikit untuk membangun sebuah tim mulai dari perekrutan pemain, kontrak pemain dan pelatih, operasional tim, dan lain sebagainya. Apalagi sebelum pembekuan tersebut, beberapa tim sudah menjalani pertandingan di ISL 2015.
Belum lagi tim-tim tersebut jauh-jauh hari sudah mengikat atau menandatangani kontrak dengan pihak sponsor untuk mendanai tim yang bersangkutan berlaga pada musim kompetisi tahun ini.
Sebagai contoh, Tim Arema Cronus Indonesia Malang terancam kehilangan kontrak dengan sponsor setelah PSSI menghentikan kompetisi Liga Indonesia 2015 yang baru memainkan dua pertandingan itu.
CEO Arema Iwan Budianto mengatakan manajemen masih akan mempelajari dengan cermat semua kontrak yang telah dibuat dan ditandatangani, baik dengan pemain, pelatih maupun pihak sponsor, ketika terjadi kondisi darurat.
"Kami masih akan pelajari semua kontrak yang sudah kita buat terkait ketentuan kondisi force majeure. Ada salah satu klausal perjanjian yang menyebutkan adanya pembatalan kontrak jika terdapat kondisi darurat dengan sponsorship," kata Iwan di Malang saat itu.
Tim lain tentunya akan bernasib sama, bahkan PSIS Semarang yang berlaga di Kompetisi Sepak Bola Divisi Utama Liga Indonesia terpaksa meliburkan pemainnya untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Sebenarnya, kalau mau jujur begitu ada pertandingan sepak bola, ada unsur pemberdayaan ekonomi masyarakat karena mereka (pedagang) bisa meraup rupiah dari penoton dengan cara berjualan makanan dan minuman.
Di samping itu, dengan melalui kompetisi (pertandingan sepak bola) bisa memilih pemain yang bisa masuk tim nasional untuk mewakili bangsa dan negara di ajang sepak bola internasional. Kalau tidak ada kompetisi, bagaimana bisa mencari pemain untuk masuk timnas?
Tentunya perlu kebesaran hati semua pihak agar cabang olahraga yang merakyat ini tetap "hidup" dan berkembang di Tanah Air. ***
Pewarta : Hernawan Wahyudono
Editor:
Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2024