Logo Header Antaranews Jateng

Tiga Perupa Magelang Kembangkan Batik "Fine Arts"

Sabtu, 30 Mei 2015 15:32 WIB
Image Print
Tiga perupa Magelang Art Portpauri menunjukkan karya batik "fine arts" yang ditekuni selama setahun terakhir di tempat mereka berkarya di Diponegoro Square Kota Magelang, Sabtu (30/5). (Hari Atmoko/dokumen).

"Kami bertiga ini sejak setahun terakhir membuat batik model 'fine arts' untuk melepaskan diri dari umumnya pebatik yang didorong mengembangkam motif ikon daerah. Harapan kami, karya kami memperkaya motif batik," kata seorang seniman kelompok MAP Kota Magelang Wahudi di Magelang, Sabtu.

Ia mengatakan hal itu di tempat mereka berkarya di kompleks Diponegoro Square, dekat Kantor Bakorwil II Jateng atau gedung eks-Keresidenan Kedu di Kota Magelang, dengan didampingi dua anggota MAP lainnya, yakni Untung Nugroho dan Kaji Habib.

Mereka yang juga seniman lukis di Kota Magelang itu, menyebut "branding" karya batik masing-masing sebagai "Gajah Barong" (Wahudi), "Nogo Koprol" (Untung Nugroho), dan "Batik Rajah" (Kaji Habib).

Ia menyebut "branding"-nya bernama Gajah Barong mengambarkan tentang kemanusiaan, sedangkan Nogo Koprol menggambarkan suatu makhluk, dan Batik Rajah berupa ungkapan doa atau pesan spiritual.

"Dalam setiap karya batik, hanya membuat satu dengan 'branding' masing-masing. Oleh karena itu kami tidak menyebut sebagai produk kerajinan, tetapi sebagai karya batik karena kami tidak membuat dalam jumlah yang massal. Kami pastikan hanya satu karya dan tidak mengulang karya. Umumnya hasilnya berupa karya kontemporer," kata Untung.

Hingga saat ini, Wahudi dan Untung, masing-masing telah menghasilkan sekitar 10 karya batik "fine art", sedangkan Kaji Habib sekitar 20 karya dengan berbagai judul. Harga karya mereka, bervariasi antara Rp500.000 hingga Rp1,5 juta per lembar.

Sejumlah karya mereka telah menjadi koleksi sejumlah orang, baik lokal maupun sejumlah kota besar seperti di Jakarta dan Bali.

Beberapa karya batik mereka juga sudah menjadi koleksi sejumlah orang di luar negeri, seperti Jerman dan Filandia. Karya batik "fine arts" bisa digunakan untuk berbagai hal, seperti bahan pakaian maupun aksesoris ruangan.

"Kalau pameran khusus batik 'fine arts', kami masih merencanakan. Tetapi kalau ikut membuka gerai dalam pameran, kami sudah beberapa kali mengikutinya sebagai promosi dan sekaligus mengundang apresiasi masyarakat," kata Kaji Habib.

Pemasaran karya batik "fine arts" yang dibuat sebagaimana spirit ketika melukis itu, katanya, selain melalui keikutsertaan dalam pameran, juga lewat media sosial dan jejaring dengan berbagai kalangan di beberapa kota besar.

Ia menyatakan optimistis karya batik "fine arts" mampu menarik minat masyarakat untuk secara khusus memilikinya karena dibuat tidak lebih dari satu karya ataupun secara massal.



Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024