Logo Header Antaranews Jateng

Pemimpin Sederhana itu Berkuasa atas Hati

Minggu, 20 Maret 2016 16:06 WIB
Image Print
Umat Katolik kirab perayaan Minggu Palma di kawasan barat puncak Gunung Merapi di Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Minggu (20/3). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/aww/16.
Yesus disambut secara meriah oleh umat saat memasuki Kota Yerusalem dengan menunggang keledai. Mereka bagaikan menyambut kedatangan raja menuju pusat pemerintahan dunia. Kitab Suci menceritakan massa berdiri di pinggir jalan yang dilalui Yesus dengan masing-masing membawa daun palma dan mengelu-elukan putra dari Nasaret itu.

Itulah yang kemudian dirayakan umat Katolik di seluruh dunia hingga saat ini, sebagai Minggu Palma, hari pertama dalam pekan suci Paskah.

Di kalangan pemilik rezim kala itu, penyambutan meriah publik terhadap seseorang tentu menjadi kekhawatiran mereka akan terjadinya instabilitas kekuasaan. Betapa sosok Yesus yang telah mendapatkan simpati masyarakat luas, bisa jadi akan mengguncang kursi para pemegang tampuk kekuasaan.

Ajakan renungan perayaan itu oleh Kepala Gereja Paroki Santa Maria Lourdes Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Romo Aloysius Martoyoto Wiyono, kepada sekitar 700 umat Stasi Lor Senowo pada Minggu Palma (20/3) itu, rupanya bukan sekadar ihwal kekuasaan politik praktis atas suatu pemerintahan yang sedang diduduki para elite saat ini.

Pada misa kudus Minggu Palma yang ditandai dengan prosesi jalan kaki sejauh sekitar setengah kilometer itu, umat diajak merenungkan lebih mendasar tentang sosok kepemimpinan seperti halnya pribadi Yesus yang sederhana, tulus, dan teguh menjalankan misi penyelamatan manusia dari dosa.

Kepribadian yang sederhana, teguh, dan tulus sebagai gembala umat itu, justru terbukti mampu meletakkan kekuasaannya atas hati publik.

Umat Katolik lereng barat dari puncak Gunung Merapi menandai perayaan Minggu Palma dengan arak-arakan melewati sepenggal jalan menuju Pos Pengamatan Gunung Merapi di Desa Babadan yang kondisinya rusak cukup parah. Aspalnya telah mengelupas dan nyaris tak berbekas, kondisi jalan menjadi bergelombang atau tidak rata, dan tinggal bebatuan yang banyak menongol.

Kerusakan jalan tersebut, terutama karena setiap hari dilalui truk-truk pengangkut pasir dan batu dari sejumlah lokasi penambangan material dari kawasan gunung berapi yang pada 2010 erupsi hebat disusul banjir lahar hujan melewati berbagai sungai.

Prosesi Minggu Palma dipimpin Romo Martoyoto dengan sejumlah prodiakon dan beberapa misdinar, dijalani umat dari dekat areal pertanian Dusun Grogol, Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun di dekat Sungai Senowo, menuju gedung terbuka tempat mereka beribadah yang kemudian diberi nama Gubug Selo Merapi.

Setelah Romo Martoyoto memercikkan air suci tanda berkat untuk daun palma yang dipegang para umat, kemudian prosesi khitmad dijalani mereka sambil melambungkan lagu-lagu rohani Katolik.

Dalam perarakan yang digarap oleh seniman petani dusun setempat Andreas Susanto dengan tema "Rojokoyo" (hasil bumi) itu, Romo Martoyoto dengan jubah putih dan kasula warna merah menaiki gerobak kecil. Salah satu alat petani setempat mengusung berbagai keperluan bercocok tanam dan hasil bumi pertanian Merapi itu beralas jerami dengan dihiasi berbagai panenan dari areal setempat, seperti gabah, jagung, ketela pohon, buah-buahan, dan sayuran.

Sejumlah pemuda beriket dan berselempang kain putih menjadi penarik gerobak, sedangkan sejumlah pemudi berjalan di depan sebagai cucuk lampah menaburkan kembang mawar yang dibawanya menggunakan tampah. Seorang lainnya menata daun kelapa atau belarak di tengah jalan yang dilalui umat dalam prosesi.

Dengan jelas bisa dimengerti, Susanto ingin menggambarkan prosesi Minggu Palma ala petani Gunung Merapi tersebut, sebagaimana Yesus dari Bukit Zaetun naik keledai masuk Yerusalem dielu-elukan massa sambil membawa daun palma. Keledai menjadi lambang kesederhanaan pribadi pemimpin yang menaikinya.

Akan tetapi, ujar Susanto, justru karena kepribadian yang sederhana itulah, Yesus dipuji dan dimuliakan umat.

"Kesederhanaan Yesus yang pemimpin itu, sebagaimana persembahan sederhana petani kepada-Nya melalui 'rojokoyo-nya', melalui hasil bumi Merapi, umat memuji dan memuliakan Yesus, Sang Teladan hidup," ujarnya.

Pujian kemuliaan untuk Yesus mereka ungkapkan pula dalam lantunan lagu rohani dalam prosesi Minggu Palma itu.

"'Terpuji raja Kristus, mulia selamanya. Tanpa batas kasih-Nya rela menderita. Penyelamat dunia, teladan pencinta. Terpuji raja Kristus mulia selamanya'," demikian salah satu bait lagu rohani Katolik berjudul "Terpuji Raja Kristus" yang mereka lantunkan seakan beriringkan embusan angin tipis Gunung Merapi dan udara hangat pagi itu di kawasan utara alur Sungai Senowo yang aliran airnya berhulu di kaki gunung tersebut.

Di hadapan umat Katolik kawasan Gunung Merapi itu, Romo Martoyoto antara lain mengemukakan tentang perayaan Minggu Palma sebagai ungkapan persembahan syukur umat kepada Yesus Kristus.

Selain itu, salah satu cara umat memuliakan Yesus sebagai raja yang terlibat dalam kehidupan mereka secara teguh, dan bahkan secara total hingga rela memberikan nyawa untuk menebus dosa manusia melalui jalan penyaliban.

"Kita harus melalui jalan berbatu-batu, ini menjadi lambang bahwa kehidupan kita tidak mudah untuk sampai kepada Yesus, sampai beroleh pengharapan keselamatan, Yerusalem abadi," ujarnya.

Yesus, pemimpin yang sederhana itu menunjukkan cinta kasih-Nya kepada umat, sedangkan umat berusaha menanggapi tawaran cinta kasih itu.

"Ia raja yang menguasai hati kita sehingga kita mengalami apa yang banyak orang cari, yaitu kehidupan yang damai. Hidup damai tempatnya di dalam kesederhanaan," ucapnya.

Kerinduan umat Katolik lereng Gunung Merapi kepada pemimpin yang sederhana, ditemukan pada sosok ideal anak Yusuf dan Maria itu, yang asal-usul geografisnya kebetulan sama-sama jauh dari pusat kota.

Gambaran ideal tentang sosok pemimpin sederhana dan menguasai hati itu pun, boleh jadi diharapkan hadir dalam kehidupan sehari-hari petani kawasan Gunung Merapi dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan menggereja.

"Banyak orang kini terpukau dengan orang yang sungguh-sungguh sederhana tetapi berbudi luhur," kata Romo Martoyoto.

Sosok pemimpin-pemimpin sederhana hingga mampu berkuasa atas hati khalayak memang ada, sedangkan yang hadir baru di sedikit tempat di negeri yang disebut-sebut bertanah subur dan kaya raya ini.

Mencari mereka bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami, karena tempat untuk lahir pemimpin sederhana dan berkuasa atas hati masyarakat luas, barangkali belum sesubur tanah milik petani Gunung Merapi yang selalu menghasilkan "rojokoyo".


Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024