Logo Header Antaranews Jateng

Tantang Donald Trump, Iran dan China Kompak Pamer Senjata

Selasa, 7 Februari 2017 10:26 WIB
Image Print
Misil balistik dengan panduan-teliti baru milik Iran diluncurkan di wilayah tak diketahu. (REUTERS/farsnews.com/Handout via Reuters )
Jakarta, ANTARA JATENG - China dan Iran, dua negara yang dikelaskan sebagai musuh Amerika oleh Presiden Donald Trump, membalas omongan bermusuhan Trump dengan unjuk kekuatan lewat latihan militer di kawasannya masing-masing.

Iran menggelar latihan militer dan sekaligus pamer senjata barunya yang disebut para pemimpinnya akan memperkuat pertahanan negara itu, sedangkan China menguji coba peluru kendali terbarunya menyusul sentilan Trump di Twitter atas manuver China di Laut China Selatan.

Menteri Pertahanan Iran Brigjen Hossein Dehqan mempertontonkan senjata baru Iran, termasuk peluru kendali, peluncur granat dan pistol. Senjata-senjata ini akan meningkatkan kemampuan militer Iran dalam pertempuran individual dan pertahanan udara, kata Dehqan kepada Kantor Berita Tasnim.

Iran juga memperingatkan jika diserang maka peluru kendali-peluru kendalinya akan menghajar Armada Kelima AS yang berbasis di Bahrain, instalasi-instalasi militer AS di Samudera Hindia dan ibu kota Israel, Tel Aviv.

"Titik-titik ini ada dalam jangkauan tembak sistem peluru kendali Iran, dan semuanya akan rata dengan tanah jika musuh berbuat salah," kata Mojtaba Zonour, anggota Komisi Keamanan Nasional dan Luar Negeri Parlemen Iran. "Dan hanya perlu tujuh menit bagi peluru kendali Iran untuk menghajar Tel Aviv."

Sementara itu, China mengujicoba peluru kendali berkepala nuklir yang berjangkauan 600 mil yang bisa menyasar Taiwan, Korea dan Jepang, selain kapal-kapal yang bergerak di lautan.

Peluru kendali DF-16 ini diluncurkan dari peluncur bergerak yang membuatnya sulit dihancurkan sebelum meluncurkan rudalnya. Peluru kendali ini dirancang untuk memperluas kemampuan laut militer China.

Uji coba ini dilakukan setelah Trump menganggap China sebagai ancaman. Trump memang langsung memberikan sinyal bermusuhan kepada China dengan menerima telepon dari Presiden Taiwan, menyatakan AS tak terikat dengan kebijakan "Satu China", dan menuduh China sengaja mendevaluasi Yuan untuk memukul produk-produk impor dari AS, demikian USA Today.

Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024