Fadli: HTI Mengakui Pancasila dan NKRI, Pembubaran Perlu Ditinjau Ulang
Rabu, 10 Mei 2017 12:25 WIB
"Saya sebagai wakil rakyat akan meneruskan aspirasi HTI, agar pemerintah meninjau kembali dan mencabut kebijakan membubarkan organisasi tersebut," kata Fadli usai menerima perwakilan HTI di Ruang Rapat Pimpinan DPR, Jakarta, Rabu.
Fadli mengetahui HTI memiliki kepedulian mengkritisi beberapa produk Undang-Undang yang tidak berpihak kepada rakyat seperti UU Minyak dan Gas (Migas), UU Penanaman Modal Asing (PMA).
Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan dalam UU nomor 17 tahun 2003 tentang Ormas, diatur ormas tidak boleh menganut paham Marxisme dan Leninisme.
"Ini bagian dari fungsi pengawasan DPR, tidak boleh ada tindakan atau kebijakan yang menyalahi UU dalam hal ini UU Ormas," ujarnya.
Fadli mengatakan berdasarkan pengakuan HTI, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi itu berdasarkan Islam dan mengakui Pancasila serta NKRI.
Karena itu dia meminta pemerintah jeli sebelum mengambil tindakan karena jangan sampai kejadian seperti Orde Baru terulang kembali.
"Ketika Orde Baru, pemerintah pernah ingin membubarkan Himpunan Mahasiswa Islam namun ada perlawanan," katanya.
Juru bicara HTI Ismail Yusanto menegaskan HTI merupakan organisasi dakwah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dia menjelaskan selama lebih dari 20 tahun HTI telah terbukti mampu melaksanakan kegiatan dakwahnya secara tertib, santun dan damai, serta diselenggarakan sesuai prosedur yang ada.
"Karena itu tudingan bahwa kegiatan HTI telah menimbulkan benturan yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI adalah tudingan tidak benar," katanya.
Ismail menjelaskan HTI juga terlibat usaha mengkritisi peraturan perundangan yang akan merugikan bangsa dan negara seperti UU Penanaman Modal, juga Sisdiknas dan sosialisasi anti narkoba serta menentang gerakan separatisme dan upaya disintegrasi.
Dia menjelaskan HTI juga terlibat dalam usaha membantu para korban bencana alam di berbagai tempat, seperti tsunami Aceh (2004), gempa Jogjakarta (2006) dan lainnya.
Pewarta : Imam Budilaksono
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024