Logo Header Antaranews Jateng

Tekanan terhadap Suu Kyi Naik saat 123.600 Rohingya Mengungsi

Selasa, 5 September 2017 15:01 WIB
Image Print
Pengungsi Rohingya baru menunggu memasuki kamp pengungsi sementara Kutupalang, di Cox Bazar Bangladesh, Rabu (30/8/2017). (REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Cox's Bazar, Bangladesh/Dhaka, ANTARA JATENG - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi terus mendapat tekanan dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Indonesia, Bangladesh, dan Pakistan untuk menghentikan kekerasan terhadap kelompok etnis minoritas Rohingya setelah hampir 123.600 dari mereka mengungsi ke Bangladesh.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi sudah bertemu dengan peraih Hadiah Nobel Perdamaian Suu Kyi dan panglima angkatan darat Min Aung Hliang pada Senin untuk menyeru Myanmar menghentikan pertumpahan darah.

Retno dijadwalkan terbang ke ibu kota Bangladesh, Dhaka, Selasa.

"Otoritas keamanan perlu segera menghentikan segela bentuk kekerasan di sana dan memberikan bantuan kemanusiaan serta bantuan pembangunan jangka pendek dan jangka panjang," kata Retno setelah bertemu dengan kedua tokoh itu di ibu kota Myanmar.

Gelombang kekerasan terbaru di negara bagian Rakhine dimulai 25 Agustus, ketika sejumlah kecil kelompok pemberontak Rohingya menyerang pos-pos polisi dan sebuah pangkalan militer.

Bentrokan berikutnya dan serangan balasan militer telah menewaskan sedikitnya 400 orang dan memicu gelombang pengungsian warga desa ke Bangladesh.

Perlakuan Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha terhadap 1,1 juta warga  Rohingya kini menjadi tantangan besar bagi Aung San Suu Kyi--yang dikritik karena membiarkan persekusi terhadap minoritas Muslim.

Myanmar menyatakan pasukan keamanan mereka memerangi kelompok "teroris" yang bertanggung jawab terhadap serangan di pos kepolisian dan tentara sejak Oktober tahun lalu.

Pemerintah Myanmar menyalahkan kelompok militan Rohingya atas pembakaran rumah dan kematian warga sipil, namun kelompok-kelompok hak asasi manusia, dan para pengungsi Rohingya yang sudah sampai di Bangladesh, mengatakan tentara Myanmar ingin memaksa mereka keluar dengan serangan pembakaran dan pembunuhan.

"Indonesia memimpin upaya ini dan tentu saja ada kemungkinan negara ASEAN lain akan bergabung," kata H.T. Imam, penasihat politik Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, kepada Reuters.

"Jika kita bisa terus menekan Myanmar dari ASEAN, dan juga India, itu akan bagus," kata dia.

Perdana Menteri India Narendra Modi juga memulai kunjungan ke Myanmar pada Selasa. Dia dijadwalkan bertemu dengan sejumlah pemimpin termasuk Suu Kyi.

"PM Modi ke sana dan menteri luar negeri kami sudah menjelaskan persoalannya kepada menteri luar negeri India. Jika kesadaran internasional meningkat, maka itu akan memberi tekanan pada Myanmar," kata H.T Imam.

Perkiraan terkini mengenai jumlah orang yang menyeberangi perbatasan ke Bangladesh sejak 25 Agustus berdasarkan perhitungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di sisi Bangladesh sekitar 123.600 orang Rohingya.

Dengan demikian ada 210.000 warga Rohingya yang mencari perlindungan di Bangladesh sejak Oktober, ketika pemberontak Rohingya melancarkan serangan jauh lebih kecil memicu serangan balasan angkatan darat dan mengirim sekitar 87.000 lari ke Bangladesh.

Kedatangan pengungsi baru--banyak di antaranya sakit atau mengalami luka bakar atau luka, menambah beban badan-badan bantuan dan warga setempat yang telah membantu ratusan ribu pengungsi dari serangan kekerasan sebelumnya di Myanmar.

Menteri Luar Negeri Pakistan Khawaja Muhammad Asif menyampaikan "kesedihan mendalam mengenai kekerasan berlanjut yang terjadi terhadap Muslim Rohingya" dan mendesak Organisasi Kerja Sama Islam mengambil "tindakan segera dan efektif untuk mengakhiri seluruh pelanggaran hak asasi manusian terhadap populasi Muslim Rohingya yang tak berdosa dan tak bersenjata".

Pakistan merupakan rumah bagi banyak warga Rohingya.

Malala Yousafzai, peraih Hadiah Nobel Perdamaian termuda, menyeru Suu Kyi untuk mengecam perlakuan "memalukan" terhadap Rohingya, mengatakan "dunia menunggu" dia bersuara (UU.G005)

Pewarta :
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024