Hadapi era industri 4.0, Indonesia harus siapkan generasi muda melek coding
Senin, 6 Agustus 2018 10:08 WIB
"Di masa depan ada dua hal yang akan membentuk peradaban manusia, yakni pertama, penggunaan teknologi digital maju seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan blockchain di berbagai bidang kehidupan," kata Yandra dalam orasi ilmiahnya di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Menurutnya, teknologi akan membahayakan umat manusia kalau manusianya tidak siap. Untuk itu, anak-anak Indonesia yang akrab dengan gawai, jangan hanya menjadi pengguna tapi harus jadi tuan dari gawai tersebut.
"Salah satu ilmunya adalah coding. Dengan coding, kita bisa menjadi tuan dari mesin-mesin cerdas yang akan hadir di masa depan," katanya.
Prof Yandra menjelaskan, coding atau pengkodean dalam bahasa program adalah bagaimana cara manusia memberikan instruksi kepada komputer.
"Di luar negeri, anak-anak usia sekolah dasar sudah diajari bahasa `coding`. Kita harus mulai, kalau tidak kita akan ketinggalan," katanya.
Menurutnya, coding adalah elemen terkecil dari kecerdasan buatan, karena belum ada komputer yang bisa menyuruh dirinya sendiri.
Saat ini, lanjutnya, alatnya banyak tapi ahli codingnya sedikit, hal ini yang jadi masalah.
"Kita harus mulai menyiapkan manusia cerdas. Revolusi industri 4.0 kita harus kejar, tapi apakah ada inovasi di bidang kecerdasan buatan yang akan menyebabkan terjadinya revolusi industri 5.0? Kapan itu akan terjadi?" katanya.
Lebih lanjut ia memaparkan, revolusi Industri 5.0 mungkin perlu waktu 100 tahun lagi, tetapi yang jelas manusia Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk era setelah 4.0. Yakni era perkembangan teknologi kombinasi antara `blockchain` dan AI (kecerdasan buatan).
"Di luar negeri, para pakar kecerdasan buatan sudah mengarah ke sana," paparnya.
Pembentuk peradaban berikutnya, ujar dia, adalah perkembangan agroindustri secara masif untuk ketahanan pangan, energi dan pengembangan biomaterial.
Menurutnya, dalam upaya memaksimumkan nilai tambah suatu produk, agroindustri juga harus mulai menggunakan kecerdasan buatan.
"Teknologi ini, harus digunakan dalam seluruh rantai pasok," katanya.
Menurut Prof Yandra, beberapa tahun yang lalu, dirinya sudah mengaplikasikan kecerdasan buatan untuk membangun agroindutri.
Salah satunya adalah `Smart TIN`, sebuah `software` yang dibuat hasil kerja sama dengan perguruan tinggi di Amerika.
"Pengembangan Smart TIN bertujuan untuk merancang agroindustri dengan lebih tepat, cepat dan efisien dengan jaringan syaraf tiruan, logika fuzzy dan lain-lain," katanya.
Prof Yandra menambahkan, saat ini dirinya sedang mengerjakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa kerja sama dengan salah satu pusat di IPB berupa `drone` (pesawat kendali jarak jauh) desa dan kecerdasan buatan.
Aplikasi teknologi pertanian presisi ini untuk mendeteksi keanekaragaman hayati, yaitu bagaimana kecerdasan buatan ini dimasukkan ke drone.?
"Drone ini akan ditambahkan penglihatan dan navigasi cerdas sehingga bisa terbang sendiri tanpa operator," katanya.
Untuk agroindustri digital, lanjutnya, IPB akan segera meluncurkan agrologistik digital. Yakni agroindustri yang memanfaatkan `blockchain` yang berguna agar rantai suplai agroindustri ?lebih dapat dilacak, transparan, efisien, dan tidak mudah dimanipulasi.
"Kami akan memulai dengan ?`blockchain` untuk komoditas coklat, daging dan bawang merah," katanya.
Pewarta : Laily Rahmawaty
Editor:
Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024