Wakil Khusus Sekjen PBB terkesan program anti-perundungan Jateng
Jumat, 6 Maret 2020 19:47 WIB
Najat Maalla sebelumnya bersama dengan tim melakukan kunjungan langsung ke SMP Negeri 33, kemudian dilanjutkan dialog dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, perwakilan anak-anak Jateng dari berbagai sektor termasuk dengan anak-anak berkebutuhan khusus dan anak jalanan, akademisi, serta dengan multistakeholder terkait di Wisma Perdamaian, Semarang, Jumat.
Dalam kesempatan tersebut Najat Maalla banyak mendengarkan dan menjawab pertanyaan anak-anak yang bertanya mengenai bagaimana cara menghadapi korban perundungan (bullying) hingga langkah yang perlu dilakukan saat menjadi korban atau tahu jika terjadi perundungan di lingkungan sekitar.
Najat Maalla menegaskan bullying ada di seluruh negara dan untuk mengatasinya pemerintah harus tahu apa itu bullying, tanda-tanda terjadinya, serta tahu bagaimana cara menghadapinya, dan hal itu terbukti bisa dilakukan di SMP 33 Kota Semarang.
"Di SMP 33, saya bertemu dengan agen perubahan. Ternyata mereka menyebarkan aura positif kepada teman-temannya, karena ingin menghentikan bullying. Saya percaya jika mau punya komitmen dan keinginan yang tinggi untuk menghentikan bullying, pasti bisa menyebarkan aura positif ke seluruh anak-anak di Jawa Tengah," kata Najat.
Menurut perempuan asal Maroko ini, saat teman ada yang menjadi korban bullying, maka diri kita harus bisa menjadi teman yang bisa diajak berbicara dan berdiskusi yang baik, serta tidak menyalahkannya.
"Korban bullying tidak pernah salah, yang membullylah yang salah. Harus dipastikan kita harus jadi teman baik untuk memastikan bahwa bukan salah dia. Kita harus juga bisa membedakan tingkat bullying dan jika tingkatnya serius, bisa mencelakakan seperti kekerasan, maka kita harus tahu kemana harus melaporkan dan melanjutkan cerita dari teman tersebut agar bisa ditindaklanjuti agar tidak terjadi lagi," kata Najat Maalla.
Najat Maalla menambahkan bahwa PBB mengingatkan tahun 2030, semua bentuk kekerasan terhadap anak harus hilang, harus dihapuskan, sehingga seluruh pihak harus terus saling mengingatkan agar dalam waktu 10 tahun ke depan dapat terwujud.
Baca juga: Pendidikan di SMKN Jateng disiplin tanpa ada perundungan
Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa Ari Rukmantara menambahkan kedatangan Najat Maalla adalah untuk melihat langsung praktik secara sistematis menghentikan bullying di sekolah dan di komunitas anak-anak dengan contoh baik di SMP Negeri 33 yang terdapat separoh korban bullying, separohnya lagi pelaku bullying dan akhirnya mereka sekarang berkomitmen meniadakannya sama sekali di sekolah.
"Itu yang dipelajari Wakil Khusus Sekjen PBB. Ternyata bisa ada sistem yang mencegah, mendeteksi secara dini, lalu merespon dari tingkat paling bawah sesama teman, lalu ke sekolah, sekolah baru ke pemerintah, dan bisa dihentikan dari tingkat paling bawah," kata Ari.
Dalam kesempatan tersebut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga mengajak berdialog dengan banyak anak yang pernah menjadi korban bullying dan mengajak mereka untuk melaporkan hal yang mereka alami kepada guru BK atau langsung kepadanya.
"Jangan takut untuk melapor, pertama pada guru dan lingkungan sekolah. Kalau tidak ditanggapi nanti lapor sama gubernur. Punya FB, Instagram, atau twitter kan? Tapi lapornya lewat DM (direct message-pesan langsung) ya," pesan Ganjar.
Ganjar juga memastikan bahwa Pemerintah Jateng memiliki komitmen yang tinggi untuk menghentikan perundungan salah satunya dengan membuka saluran media sosialnya agar anak-anak korban bullying bisa langsung melapor tanpa rasa takut.
"Dalam waktu 10 tahun ke depan, merupakan momentum untuk membuat kebijakan publik untuk didorong dan itu inline dengan sekolah inklusi dengan metode yang benar yang dipahami pengelola sekolah dan pengajar," kata Ganjar.
Baca juga: Kasus perundungan siswi SMP negeri di Kudus diselesaikan kekeluargaan
Dalam kesempatan tersebut akademisi dari Undip Amirudin juga menjelaskan bahwa ada empat jenis kekerasan terhadap anak yakni ditelantarkan, anak yang mengalami kekerasan fisik, anak yang mengalami kekerasan psikis, dan anak-anak yang mengalami kekerasan seksual.
"Akar munculnya kekerasan biasanya bermula dari lingkungan terdekat yakni keluarga, apalagi keluarga modern, anak dituntut bernilai ekonomi, sehingga cara mengatasinya pun harus dimulai dari keluarga," kata Amirudin. (Kom)
Baca juga: Jateng gandeng aktivis difabel pastikan korban perundungan tertangani
Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor:
Antarajateng
COPYRIGHT © ANTARA 2024