Logo Header Antaranews Jateng

Pakar hukum: Inmendagri PPKM yang berubah-ubah tidak repotkan kepala daerah

Minggu, 11 Juli 2021 11:41 WIB
Image Print
Ketua Prodi Doktor Hukum Unbor Jakarta Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.H. ANTARA/Dokumentasi Pribadi
Semarang (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago menyatakan Inmendagri tentang PPKM Darurat COVID-19 di Wilayah Jawa dan Bali yang mengalami perubahan untuk kali kedua tidak akan merepotkan kepala daerah, apalagi teknologi informasi mendukungnya.

"Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), 3 hingga 20 Juli 2021, adalah instruksi dari pusat sehingga harus dijalankan di wilayah Jawa dan Bali," kata Ketua Prodi Doktor Hukum Unbor Jakarta Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.H. menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Sabtu pagi.

Semula Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat COVID-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Instruksi pada tanggal 2 Juli 2021 ini ditujukan kepada gubernur dan bupati/wali kota di wilayah Jawa dan Bali.

Baca juga: Perubahan ketiga Inmendagri tunjukkan Pemerintah responsif

Pada tanggal yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menandatangani Inmendagri Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021.

Selanjutnya, pada tanggal 8 Juli 2021, Kemendagri melakukan perubahan kembali melalui Inmendagri Nomor 18 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021. Instruksi menteri ini berlaku mulai 9 hingga 20 Juli 2021.

Instruksi menteri ini, kata Prof. Faisal Santiago, tentunya harus ditindaklanjuti oleh kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, di tujuh provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali.

Bahkan, gubernur, bupati, dan wali kota yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut terancam sanksi, mulai sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut sampai dengan pemberhentian sementara sebagaimana diatur dalam Pasal 68 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sementara itu, bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran dalam rangka pengendalian wabah penyakit menular dapat dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular; UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan; dan peraturan daerah, peraturan kepala daerah; serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

Terkait dengan perubahan instruksi menteri ini, Prof. Faisal Santiago menegaskan kembali bahwa hal itu tidak merepotkan kepala daerah, tinggal bagaimana daerah dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan instruksi tersebut.

"PPKM darurat ini adalah salah satu cara untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 sehingga semua pihak, tidak saja pemerintah, tetapi semua elemen masyarakat ikut mendukung pelaksanaannya," tutur Guru Besar Hukum Unbor ini.

Baca juga: Kemenhub berlakukan pengetatan syarat perjalanan per 12 Juli
Baca juga: Masa PPKM Darurat, Kapolda: Ada 52 titik penyekatan di Jateng


Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024