Pemkot resmikan Jalan KH Abdul Ghaffar Ismail Pekalongan
Rabu, 18 Mei 2022 04:35 WIB
"Perubahan nama jalan itu hanya salah satu bentuk penghargaan meski tidak sebanding dengan nilai perjuangan para tokoh. Akan tetapi, itu yang bisa kami lakukan untuk mengenang para tokoh tersebut," kata Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid di Pekalongan, Selasa.
Menurut dia, penghargaan tersebut tidak sebanding dengan perjuangan para tokoh tersebut namun dengan adanya perubahan nama jalan dengan menggunakan nama tokoh tersebut diharapkan dapat mengenang dan juga mengenalkan mereka kepada generasi muda.
"Tujuannya adalah supaya jasa-jasa mereka tetap bisa diabadikan dan para generasi bisa terus bertanya siapa tokoh itu agar bisa tahu," katanya.
Afzan Arslan Djunaid yang akrab disapa Aaf mengatakan nama tokoh yang dipilih untuk menjadi nama jalan tersebut terdiri atas sejumlah kriteria, di antaranya ulama, insan pers, olahragawan, dan pendidikan.
Sebanyak 12 nama jalan itu, antara lain Jalan Bandung diganti menjadi Jalan KH Abdul Gaffar Ismail, Jalan Banyurip Alit dan Banyurip Ageng menjadi Jalan H. Muhammad Chaeron, Jalan Pelita 2 diganti Jalan KH. Ahmad Djunaid, jalan tembus H0S. Cokroaminoto dan Dharma Bhakti menjadi Jalan KH. Saelan, jalan tembus Pelita menjadi Jalan Syafi'i Abdul Majid, Jalan Semarang dan Patiunus menjadi Jalan Abdullah Hamid Al Hinduan, Jalan Klego menjadi Jalan Umar Saleh Al-Jufr, dan Jalan Kalibaros diganti menjadi Jalan R. Soempeno.
Ia mengatakan bahwa pergantian nama ruas jalan dengan menggunakan nama tokoh dan pahlawan akan terus berlanjut agar nama jalan di Kota Pekalongan memiliki nilai historis.
"Banyak nama jalan yang menurut kami tidak mempunyai makna dan nilai sejarah sehingga lebih baik diubah menjadi nama tokoh-tokoh lokal," katanya.
Tokoh Pergerakan Taufiq Ismail sekaligus sebagai putra KH Abdul Ghaffar Ismail dalam keterangan tertulis di Pekalongan, Selasa, mengatakan bahwa pihak keluarga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Wali Kota Pekalongan dan masyarakat atas peresmian Jalan KH. Abdul Gaffar Ismail.
Ia yang didampingi putra KH. Abdul Ghaffar Ismail, Ida Ismail menjelaskan perjalanan hidup KH. Abdul Gaffar Ismail sejak menjadi tokoh pergerakan Persatuan Muslimin Indonesia pada zaman kolonial Belanda yang mengkampanyekan tuntutan kemerdekaan Indonesia dengan berkeliling Sumatra Barat.
Pemerintah Kolonial Belanda mengusir Abdul Gaffar Ismail keluar dari Minangkabau (passen stelsel) sehingga dirinya yang baru menikah Tinur memilih mengungsi ke Pekalongan sebagai tempat pembuangan mereka.
Menurut Nazar Nasution suami dari Ida Ismail, ayahnya Mohammad Yunan Nasution juga sempat kena "passen stelsel" di zaman kolonial Belanda, yaitu beliau dilarang untuk kembali ke kampung halamannya di Mandailing.
"Pada zaman pemerintahan Presiden Sukarno, Yunan Nasution sempat juga menjadi tahanan politik selama lebih 4 tahun," katanya.
Sejak tahun 1934 hingga 1941, kata dia, Abdul Gaffar Ismail melaksanakan kegiatan pembinaan umat melalui rangkaian pengajian yg disebut Pengajian Malam Selasa (Pemasa) dihadiri oleh jemaah dari Pekalongan, Tegal, Cirebon, dan Semarang.
"Beliau mengajarkan tafsir Qur'an dan tasawuf. Adapun ibu Tinur juga mengajar untuk ibu-ibu dan anak-anak gadis. Kemudian pada 1942 hingga 1953 Gaffar Ismail sekeluarga sempat pindah ke Solo, Yogya, Semarang, Bukittinggi, dan Jakarta, beliau aktif di dunia pers dan politik, serta meninggal dunia pada 1998 dalam usia 87 tahun," katanya.
Pewarta : Kutnadi
Editor:
Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024