Logo Header Antaranews Jateng

Pengamat: Kegiatan penelitian harus ikuti perjanjian alih material

Sabtu, 25 Maret 2023 13:11 WIB
Image Print
Pengamat sosial ekonomi perikanan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Teuku Junaidi. ANTARA/Dokumentasi Pribadi
Purwokerto (ANTARA) - Pengamat sosial ekonomi perikanan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Teuku Junaidi mengatakan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti harus mengikuti prosedur material transfer agreement (MTA) atau perjanjian alih material.

"Peneliti yang tidak mengikuti prosedur MTA dapat merugikan negara. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih ketat mengawasi sumber daya hayati dari tangan 'nakal' yang mengambil material untuk alasan penelitian," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Menurut dia, hingga saat ini sumber daya hayati Indonesia masih menjadi incaran para peneliti asing.

Namun dengan adanya pengawasan dan izin khusus bagi peneliti asing yang melakukan penelitian di Indonesia, lanjut dia, hal itu membuat para peneliti asing harus bekerja sama dengan perguruan tinggi atau instansi terkait.

Ia mengatakan sebagian peneliti asing itu mengambil jalan praktis dengan mengundang peneliti kita ke negaranya dengan membawa sampel dari Indonesia.

Akan tetapi pada kenyataannya, kata dia, pemerintah lengah dalam mengawasi "hilangnya" sumber daya hayati Indonesia yang dibawa keluar untuk kepentingan penelitian mahasiswa atau dosen tersebut.

"Pertanyaannya apakah ada keuntungan bagi Indonesia?. Pemerintah harus hati-hati terhadap incaran peneliti asing dan negara asing dengan memanfaatkan sumber daya hayati kita yang diteliti untuk kepentingan asing," katanya menegaskan.

Di sisi lain, kata dia, mahasiswa atau dosen dari Indonesia membawa material dari Tanah Air ke luar negeri untuk keperluan riset bersama profesornya.

Namun saat hasil penelitian dipublikasikan, lanjut dia, tidak disebutkan daerah asal material atau lokasi sampel diambil, selain tidak ada izin dari pemerintah setempat atau instansi terkait.

"Pada saat para peneliti Indonesia menemukan potensi atau pemanfaatan sumber daya hayati untuk dipublikasikan dan diterapkan, tentunya pihak luar sudah terlebih dahulu melakukannya," kata dosen Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unsoed itu.

Artinya, kata dia, peneliti Indonesia kalah selangkah dari peneliti asing yang sudah mendapatkan materialnya untuk diteliti sebelum dilakukan peneliti Indonesia.

Menurut dia, hal itu menunjukkan kurang pekanya peneliti Indonesia yang tanpa disadari telah dimanfaatkan untuk kepentingan asing.

Ia mengatakan kondisi pesisir Indonesia yang luas dan dengan potensi lautnya yang kaya sebagai kekayaan pangan, harus mampu dijaga karena sangat berbahaya jika dibawa ke luar negeri untuk bahan riset tanpa adanya izin dari pemerintah.

"Tidak sensitifnya peneliti akan mengakibatkan sumber daya hayati dicuri secara legal melalui kerja sama beasiswa atau postdoctoral. Dosen yang bangga melakukan penelitian bersama terkadang lebih untuk kepentingan pribadi, baik untuk karier, koin, maupun poin," jelasnya.

Pewarta :
Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024