Logo Header Antaranews Jateng

Pintu Bendung Wilalung Kudus mengarah ke Sungai Juwana dibuka

Selasa, 21 Januari 2025 16:06 WIB
Image Print
Penjabat Bupati Kudus Herda Helmijaya mengunjungi Bangunan Pengendali Banjir Wilalung Lama (BPBWL) yang ada di perbatasan Desa Kalirejo Undaan Kudus dan Desa Wilalung, Kabupaten Demak, Selasa (21/1/2025). (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)

Kudus (ANTARA) - Pintu Bendung Wilalung atau dikenal sebagai Bangunan Pengendali Banjir Wilalung Lama (BPBWL) yang ada di perbatasan Kabupaten Kudus dan Demak yang mengarah ke Sungai Juwana dibuka, menyusul tingginya debit air kiriman dari Bendung Klambu.

"Pintu bendung nomor delapan yang mengarah ke Sungai Wulan hari ini dibuka 10 sentimeter (Cm), menyusul debit air kiriman mencapai 800 mililiter per detik," kata Operator BPBWL Karno di Kudus, Selasa.

Ia mengungkapkan pintu dibuka hari ini pukul 06.00 WIB, sedangkan pantauan debit air pukul 10.00 WIB naik menjadi 839 mililiter per detik.

Pembukaan tersebut sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP) bahwa pintu nomor delapan sebagai pintu pembuang yang menuju Sungai Juwana untuk mengurangi beban di Sungai Wulan, maka dibuka ketika debit air mencapai 800 mililiter per detik.

"Pembukaannya juga dilakukan bertahap. Jika nanti debit airnya naik mencapai 850 mililiter per detik, maka ditambah 5 cm," ujarnya.

Hal itu, kata dia, juga mempertimbangkan kawasan Undaan yang masih banyak tanaman padinya.

Terkait debit air di Bendung Wilalung yang terus meningkat, Penjabat Bupati Kudus Herda Helmijaya juga mengunjungi BPBWL yang ada di perbatasan Desa Kalirejo Undaan Kudus dan Desa Wilalung, Kabupaten Demak.

Herda Helmijaya mengakui kedatangannya ke Bendung Wilalung dalam rangka mengetahui kesiapan mereka dalam mengendalikan air untuk daerah terdampak.

"Meskipun bangunan pengendali banjir sudah cukup lama, tetapi kondisinya ini masih mampu untuk mengatur air," ujarnya.

Ia mengakui cuaca saat ini memang agak mengkhawatirkan, sehingga masyarakat juga harus tetap waspada dan siap dengan segala kondisi, terutama ketika kondisi ekstrem.

Menurut dia kondisi seperti ini harus dilihat secara holistik, karena melibatkan banyak daerah. Tentunya perlu dibuatkan area resapan baru, membangun embung, hingga kolam retensi.

"Hal itu, tentunya harus dipikirkan bersama di bawa ke tingkat provinsi," ujarnya.

Selain permasalahan soal pengelolaan air saat musim hujan, Herda juga menyinggung soal normalisasi sungai dan harus pula ada upaya memperhatikan tegakan di kawasan hutan yang saat ini mulai berkurang.

Pepohonan di kawasan hutan tersebut, kata dia, sebagai pengikat tanah agar tidak turun ke aliran sungai. Namun, karena semakin berkurang ketika hujan mengakibatkan sedimen di sungai akan terjadi lagi meskipun ada upaya normalisasi.

Baca juga: Banjir di Grobogan, rel kereta api Semarang-Surabaya terendam



Pewarta :
Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2025